Lihat ke Halaman Asli

Mozaik Hidup Part 2 (Surat untuk Anakku...)

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Teruntuk buah hatiku…. Assalamu’alaikum wr.wb. Anakku yang dirahmati Allah, awalnya mungkin engkau akan merasa heran dengan surat ibu ini. Surat yang ibu tulis jauh sebelum engkau hadir di dunia ini. Bahkan jauh sebelum ibu tahu apakah kau akan benar-benar hadir dalam kehidupan ibu. Yah….ibu hanya ingin bercerita padamu nak. Ada yang ingin ibu sampaikan padamu, sebelum ibu lupa makanya ibu menulis surat ini untukmu. Mungkin sebagian orang yang sempat membaca surat ini akan berpikir bahwa ibu adalah sosok yang tidak realistis, terlalu berangan-angan, terlalu banyak bermimpi, penuh dengan impian-impian semu. Terserah apa kata mereka nak. Itu hak mereka tuk menilai. Karena sesungguhnya yang membuat ibu bisa bertahan hingga saat ini hanyalah harapan itu nak. Harapan dan impianlah yang membuat ibu sanggup untuk tetap bediri tegar di tengah ujian dan cobaan hidup yang datang silih berganti menyapa ibu. Anakku yang dirahmati Allah, setelah membaca pernyataan diatas mungkin akan terbesit tanya dalam hatimu, sesuram itu kah hidup ibumu? Jawabnya, tidak. Hidup ini penuh warna nak. Akan ada saat di mana kau akan merasa warna hidupmu sangat cerah, itulah saat di mana kau merasakan kebahagiaan. Akan tetapi akan ada saat di mana kau akan merasa bahwa warna hidupmu sangat suram, itulah saat di mana kau merasakan kesedihan. Anakku buah hatiku, warna yang nampak dalam hidupmu sesungguhnya hanyalah sebuah persepsi visual yang dilihat oleh mata hatimu. Dan satu hal yang perlu engkau tahu nak, mata hanya dapat melihat jika ada cahaya. Cerah suramnya warna yang kau lihat tergantung dari tinggi rendahnya intensitas cahaya yang dipantulkan pada benda yang kau tatap. Jika cahayanya redup, niscaya kau hanya bisa melihat warna yang suram, namun jika cahayanya terang benderang, maka warna yang kau lihat pun akan nampak cerah berbinar. Tahukah kau di mana sumber cahaya itu nak? Dia ada dalam tungku hatimu…yah dia ada disana. Pemilik jiwamu telah menaruhnya di sana. Itulah iman. Tugasmu hanyalah menyulut pemantiknya agar ia tetap bercahaya. Anakku permata hatiku, hidup ibarat sebuah pelayaran di samudera yang luas menuju ke pulau impian yang kekal abadi. Tak selamanya lautan itu tenang. Akan ada saat di mana badai akan datang menghadang. Akan ada saat di mana gelombang akan datang menerjang. Akan ada saat di mana kabut menghalangi pandangan. Kesemuanya itu adalah sebuah keniscayaan. Persiapkan dirimu untuk menghadapi halangan-halangan itu nak. Persiapkan bekalmu, jika tidak, niscaya kapal yang kau nakhodai akan karam dan terjungkal dilamun ombak di lautan. Besar harapan ibu, kau akan berhasil menakhodai kapal hidupmu dan bisa berlabuh pada dermaga di pulau impian. Anakku sayang, terkadang ibu berpikir, sosok ibu seperti apa yang kau damba? Apakah ibu dengan sederet gelar dan karir yang menjanjikan ataukah sosok ibu sederhana yang punya banyak waktu luang tuk keluarga? Bagi ibu, karir terhebat bagi seorang perempuan adalah karir sebagai ibu rumah tangga. Kesuksesan seorang perempuan dapat dilihat dari seberapa mampu ia menciptakan suasana rumah yang harmonis, penuh cinta dan kasih sayang. Dan cukuplah keluarga rasulullah yang jadi panutan. Anakku belahan jiwaku, ibu akui, ibu bukanlah sosok yang sempurna yang bisa kau banggakan dan kau teladani. Ibu masih sangat jauh dari gambaran sosok ibu ideal untukmu juga masih sangat jauh dari gambaran calon istri yang baik untuk ayahmu kelak. Maafkan ibu nak. Maafkan atas kekurangan ibu, maafkan atas kealfaan ibu. Karenanya, terlalu naïf jika ibu terlalu berharap engkau akan tumbuh jadi anak yang sholeh juga sholehah, sementara ibu masih tetap seperti ini, tetap berkubang dalam lumpur dosa yang hina dan tak bergegas membasuh diri dengan air suci lagi mensucikan. Anakku sayang, saat ini ibu tengah memegang sebuah proyek besar. Ibu sangat berharap bisa sukses dengan proyek ini. Proyek besar yang tidak hanya untuk masa depan ibu, tapi juga kakek dan nenekmu, untukmu ,juga untuk ayahmu kelak. Proyek untuk menjadi pribadi yang lebih baik di mata Allah azza wa jallah. Inilah salah satu alasan ibu menulis surat ini untukmu. Surat ini adalah sebuah komitmen tertulis ibu padamu nak. Sebuah komitmen untuk menjadi penyelamat bagi kakek dan nenekmu di kehidupan yang abdi nanti, sebuah komitmen untuk menjadi sosok ibu yang bisa kau banggakan sekaligus sebagai sebuah komitmen untuk bisa menjadi sosok pendamping yang baik untuk ayahmu kelak. Insya Allah …Walau mungkin tak akan seindah dan sesempurna yang kalian dambakan. Doakan ibu yah nak. Anakku, ijinkan ibu mencuplik syair lagu yang indah ini untukmu...."Dalam sepi Engkau datang beri ku kekuatan tuk bertahan. Kau percaya aku ada, Kau yang aku inginkan selamanya. Kau adalah hatiku Kau belahan jiwaku, seperti itu ku mencintamu sampai mati. Di hidupku yang tak sempurna kau adalah hal terindah yang ku punya. Kau adalah hatiku Kau belahan jiwaku seperti itu ku mencintamu sampai mati..." Dari lubuk hati ibu yang terdalam, Ana uhibbukum fillah ya bunayya Ibumu, Indri (Ranah Minang, 08 Mei 2010)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline