Lihat ke Halaman Asli

Indra Wardhana

Managing Director

Kajian Psikologis terhadap Sikap dan Perilaku Miftah

Diperbarui: 10 Desember 2024   03:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Personal AI

Kajian Psikologis Terhadap Sikap dan Perilaku Miftah: Sebuah Analisis

Indra Wardhana

Miftah, seorang tokoh agama dan penceramah yang dikenal luas di Indonesia, telah menarik perhatian publik dengan berbagai pernyataan dan perilakunya. Meskipun banyak penggemar yang mengagumi gaya bicaranya yang lugas dan berani, tidak sedikit pula yang menilai bahwa ia menunjukkan sikap kesombongan dan penghinaan terhadap orang lain. Artikel ini akan mengkaji fenomena ini dari sudut pandang psikologi, menggunakan berbagai teori untuk memahami perilaku dan sikapnya.

1. Teori Psikoanalisis

Teori psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dapat digunakan untuk memahami perilaku  Miftah. Menurut Freud, kepribadian seseorang terdiri dari tiga komponen: id, ego, dan superego.

  • Id: Mewakili dorongan dan insting dasar.
  • Ego: Berfungsi untuk menyeimbangkan antara id dan realitas.
  • Superego: Mewakili norma dan nilai moral.

 

1. Id

  • Deskripsi: Id adalah bagian dari kepribadian yang berisi dorongan dan insting dasar, seperti keinginan untuk mendapatkan pengakuan, kekuasaan, dan kepuasan instingtif.
  • Penerapan pada  Miftah:
    • Perilaku kesombongan dan penghinaan yang ditunjukkan Gus Miftah dapat dilihat sebagai manifestasi dari id yang tidak terkontrol. Ia mungkin merasa dorongan untuk menunjukkan superioritas dan mengekspresikan pandangan yang ekstrem sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan emosional dan egoisnya.

2. Ego

  • Deskripsi: Ego berfungsi sebagai mediator antara id dan realitas. Ia berusaha untuk menyeimbangkan keinginan instingtif dengan norma sosial dan moral.
  • Penerapan pada  Miftah:
    • Jika ego  Miftah berfungsi dengan baik, ia seharusnya mampu menilai situasi dan mempertimbangkan dampak dari pernyataannya. Namun, jika ego-nya lemah atau tidak berfungsi dengan baik, ia mungkin lebih sering mengikuti dorongan dari id, yang dapat menyebabkan perilaku yang merugikan.

3. Superego

  • Deskripsi: Superego mewakili norma, moralitas, dan nilai-nilai yang dipelajari dari orang tua dan masyarakat. (artinya sifat ini muncul dari latar belakang situasi di lingkungan keluarga dan miftah)

Sebagai seorang tokoh agama, seharusnya superego  Miftah mengarahkan perilakunya untuk lebih sesuai dengan ajaran agama yang mengedepankan kerendahan hati dan penghormatan terhadap orang lain. Namun, jika superego-nya tidak berfungsi dengan baik, ia mungkin mengabaikan nilai-nilai ini dan lebih terfokus pada ego-nya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline