Lihat ke Halaman Asli

Indra Wardhana

Managing Director

Kesultanan di Indonesia, Hak-Hak Masyarakat Adat, dan Dukungan PBB: Tantangan Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Kebutuhan Reformasi, kritik pemerintah

Diperbarui: 11 Agustus 2024   03:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

UN 61/295. United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples 

Kesultanan di Indonesia, Hak-Hak Masyarakat Adat, dan Dukungan PBB: Tantangan Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Kebutuhan Reformasi, serta kritik terhadap pemerintah Indonesia.

Indra Wardhana

Di Indonesia, kesultanan dan masyarakat adat memainkan peran historis dan budaya yang signifikan. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, banyak dari mereka telah mengalami kehilangan tanah dan sumber daya alam (SDA) mereka, baik secara resmi maupun tidak resmi, sebagai dampak dari kebijakan pemerintah dan praktik bisnis yang sering kali tidak memperhatikan hak-hak mereka. Sementara itu, badan dunia seperti PBB telah memberikan dukungan tegas terhadap hak-hak masyarakat adat, namun respon pemerintah Indonesia, termasuk anggota DPR RI, tampaknya kurang berkomitmen terhadap seruan tersebut. Artikel ini akan mengulas kondisi tersebut, mengkritik kebijakan yang ada, dan menekankan perlunya reformasi mendalam untuk menghindari potensi pergesekan yang dapat mengancam stabilitas sosial dan hak asasi manusia di tingkat lokal.

Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP) diadopsi oleh Majelis Umum pada hari Kamis, 13 September 2007 , dengan mayoritas 143 negara mendukung, 4 suara menentang (Australia, Kanada, Selandia Baru dan Amerika Serikat) dan 11 abstain (Azerbaijan, Bangladesh, Bhutan, Burundi, Kolombia, Georgia, Kenya, Nigeria, Federasi Rusia, Samoa dan Ukraina).

Bertahun-tahun kemudian, keempat negara yang memberikan suara menentang telah mengubah posisi mereka dan kini mendukung Deklarasi PBB. Saat ini, Deklarasi tersebut merupakan instrumen internasional yang paling komprehensif tentang hak-hak masyarakat adat. Deklarasi ini menetapkan kerangka universal tentang standar minimum untuk kelangsungan hidup, martabat, dan kesejahteraan masyarakat adat di dunia, serta menguraikan standar hak asasi manusia dan kebebasan fundamental yang berlaku sebagaimana diterapkan pada situasi khusus masyarakat adat.

I: Kerugian Tanah dan Sumber Daya Alam bagi Kesultanan dan Masyarakat Adat

1.1. Sejarah Kehilangan Tanah dan Sumber Daya Alam

Kesultanan di Indonesia, yang historis memiliki hak atas tanah dan sumber daya alam, telah mengalami berbagai bentuk kehilangan hak tersebut. Banyak tanah yang secara sepihak diambil alih oleh pemerintah atau pihak swasta tanpa ganti rugi yang adil. Contoh kasus meliputi:

  • Kasus di Yogyakarta: Kesultanan Yogyakarta menghadapi tantangan terkait penguasaan dan pengelolaan tanah, di mana beberapa kawasan tanah adat telah dialihkan untuk kepentingan pembangunan.
  • Kasus di Kalimantan: Masyarakat adat Dayak menghadapi konflik dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang mengklaim hak atas tanah mereka tanpa persetujuan yang sah.

1.2. Kebijakan Pemerintah dan Dampaknya

Kebijakan pemerintah terkait pengelolaan tanah dan SDA sering kali tidak mempertimbangkan hak-hak masyarakat adat dan kesultanan. Beberapa kebijakan yang kontroversial termasuk:

  • UU Pertanahan: Undang-undang yang sering kali tidak memperhatikan hak masyarakat adat dan lebih memprioritaskan kepentingan investasi dan pembangunan.
  • Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam: Regulasi yang cenderung mengabaikan hak-hak masyarakat adat atas akses dan kontrol terhadap sumber daya alam di wilayah mereka.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline