Lihat ke Halaman Asli

Iwan Indrawan

Sebuah ikatan bathin untuk negeri

Reformasi Demokrasi

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Assalamuálaikum,

Semoga kita selalu dalam lindungan dan rahmat Allah SWT.

Sebelumnya saya minta maaf kepada siapapun yang merasa terkait dengan tulisan ini. Dan mohon tulisan yang murni merupakan pemikiran saya saja tidak termasuk kejahatan ITE atau kejahatan dalam bentuk apapun yang tidak baik. Jika ada manfaatnya mungkin bisa diterima atau dengan apapun modifikasinya agar lebih baik, dan jika salah mohon diabaikan saja tulisan ini.

Sudah sejak lama saya memiliki banyak pertanyaan mengenai DEMOKRASI di Indonesia, negeri saya tercinta. Saya lahir di jaman orde baru dimana Demokrasi menjadi harga mati dan dengan system yang dikendalikan begitu rapi (ini hanya perasaan yang saya rasakan saja, belum tentu sama untuk yang lain) sehingga waktu itu saya rajin membeli koran Kompas untuk saya kliping tentang mentri-mentri setiap Pelita (Pembangunan Lima Tahun) karena waktu itu kita diminta untuk menghafalkan mereka baik dalam pelajaran rutin atau pun juga lomba siswa seperti cepat tepat dll.

Model penerapan Demokrasi tersebut berkembang dengan bergantinya presiden-presiden di Indonesia.

Media yang sebelumnya merasa terkekang karena sudah banyak pembatasan-pembatasan dalam prakteknya akhirnya menjadi liar dan juga (maaf) dijadikan jalan untuk memblow up atau mempopulerkan seorang sosok di Indonesia. Namun seperti tulisan saya yang lain, tidak garus dengan memiliki media untuk mengcover media. Anda dekat dengan media, dia akan membantu anda, kurang lebih demikian.

Terlepas dari itu semua, saya kadang berpikir apakah pernyataan Mahatir dan Lee Kwan Yew benar bahwa Demokrasi itu tidak sesuai untu Asia Tenggara?  Namun saya masih ragu sebab pernyataan itu dianggap HARAM diungkapkan di Indonesia. Belum ada tokoh atau pun orang yang berpangaruh di Indonesia yang berani menyatakan bahwa kita harus merubah system kita dari Demokrasi seperti saat ini.

Kiranya mungkin untuk mengatasi masalah diatas gimana jika kita namai saja dengan Reformasi Demokrasi, Jika UUD saja boleh di amendment maka seharusnya system pun dapat.

Dengan pola seperti saat ini, saya masih termasuk person yang cukup atau sangat pesimis dengan perubahan ke arah yang lebih baik di negeri Indonesia. Siapapun ia akan memiliki tanggung jawab moral atau bahkan materi kepada partai yang membuat nya di posisi saat ini, apapun itu posisinya. Disamping itu di wilayah tertentu (khususnya DPR baik pusat maupun daerah) mereka memiliki kewajiban juga untuk mengembalikan modal mereka sampai mereka di posisi tersebut. Modal itu ada yang kasih untuk partai pendukung, bikin baliho, uang perkenalan, cendera mata, leaflet, brosur, spanduk, team untuk itu, dan lain-lain.

Pernah saya tulis juga, bagaimana jika hanya pemilihan Presiden saja yang kita lakukan langsung atau dengan Pemilu. Untuk yang lainnya kita rombak saja.

Anggota DPR merupakan hasil rekrut lulusan terbaik negeri ini. Tentu saja pada prakteknya kita dapat percayakan rekruter adalah orang yang sudah dipercaya masyarakat dan dengan kriteria tertentu (detailnya lebih baik dibahas lebih lanjut dengan ahli terkait).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline