Lihat ke Halaman Asli

Tidak Tertib dan Tidak Disiplin, Cerminan Budaya Luhur Bangsa Kita?

Diperbarui: 25 Maret 2019   12:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ramai sejak kemarin dibagikan foto-foto dan video masyarakat melakukan uji coba MRT (yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada hari ini), dimana masyarakat ada yang bergelantungan, berdiri di jok, makan lesehan bersama-sama di koridor stasiun MRT, makan nasi bungkus di dalam MRT serta sampah berserakan.  Inikah cerminan budaya tata tertib dan kedisiplinan bangsa Indonesia yang konon katanya mempunyai budaya luhur sejak jaman dahulu kala?

Saya tidak akan melakukan kajian ilmiah mengenai hal ini, semua terkembali pada  masing-masing, saya hanya memberikan beberapa contoh nyata dalam kehidupan keseharian saya untuk menjadi bahan pertimbangan kita semua, tentang sebagaimana parahnya degradasi nilai yang kita miliki (bila memang pernah terdegradasi).

Teringat saya pada beberapa tahun yang lalu, saya pernah tinggal di suatu area di Jakarta Timur.  Ketika itu Ibu saya pernah dimarahi warga sekitar karena membuang sampah di tempat pembuangan sampah warga.  Beliau disuruh warga untuk membuang sampah ke kali di samping tempat pembuangan sampah tersebut, seperti yang dilakukan warga lainnya selama ini.  Mereka bilang bahwa warga sudah biasa buang di kali. 

Padahal sudah disediakan tempatnya dan sampah warga rutin diambil.  Ketika Ibu saya menyampaikan bahwa hal ini bisa menjadi salah satu penyebab banjir, malah beliau kena marah lagi.  Apa salah sang Bunda?

Masih berkaitan dengan sampah, saya sering menegur orang yang membuang sampah sembarangan, entah dari kendaraan atau sambil jalan kaki. Bahkan saya membuat aturan ketika mengendarai mobil, tidak ada buang sampah dari mobil keluar atau saya suruh turun saat itu juga.   

Contoh lain paling sederhana adalah membuang puntung rokok, sering saya lihat di banyak tempat sudah ada asbak dan tempat sampah, tetap saja dibuang ke tempat lain yang bukan semestinya, di keset, di pot bunga, di taman, di dalam got, dan lainnya.  

Saya bukan perokok, dan saya bukan anti perokok, tapi saya harap cuma tenggang rasa para perokok untuk membuang puntung pada tempatnya. Harapan saya terlalu tinggi ya?

Kali ini saya akan membahas mengenai perilaku pengguna moda transportasi massal semacam MRT, yaitu kereta api.  Saya adalah pengguna setia kereta api, minimal 4 kali sebulan saya melakukan perjalanan ke luar kota menggunakan moda ini, dengan perjalanan antara 3,5 jam hingga 12 jam.  Acapkali, tempat duduk saya sudah diduduki orang lain ketika saya masuk ke gerbong saya.  

Padahal sejak melakukan booking tiket, kita wajib memilih posisi tempat duduk kita.  Kebanyakan penyerobot ini tetap memaksa menggunakan tempat duduk favorit saya (di samping jendela), dengan berbagai alasanlah.  Bahkan seringnya sang penyerobot berlagak seolah-olah tidak ada yang salah.  

Terlihat seperti masalah sepele, tapi kenapa banyak orang yang tidak tenggang rasa kepada orang yang sudah jauh-jauh hari memilih tempat duduk sesuai pilihannya, sedangkan sang penyerobot sendiri tidak konsisten dengan pilihan tempat duduknya?  

Tidak jarang sih, saya mendapat permintaan orang untuk tukar tempat duduk, karena duduk mereka terpisah dengan rekan atau saudaranya karena keterbatasan ketersediaan tempat duduk ketika melakukan pembelian tiket, dan saya dengan senang hati akan menukar tempat duduk saya.  Jadi intinya ya komunikasi dong, kan kita punya budaya mengucapkan: mohon maaf, permisi, punten, nyuwun sewu, dsb.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline