Lihat ke Halaman Asli

Indra Yadi

PNS Kementerian yang bisa nulis

Gejala Typo Media Massa Kian Mengkhawatirkan

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

image

Typo adalah sebuah istilah untuk menyebutkan kesalahan dalam penulisan dokumen, gejala ini sering dialami oleh sebagian besar orang yang profesinya berkutat di penulisan. Typo dalam menulis adalah hal lumrah, tetapi jika berlebihan akan menurunkan reputasi kelembagaan dimata publik. Sejarah Pers Indonesia Zaman orde lama dan orde baru, termasuk zaman yang saklek pada informasi terutama pada ranah jurnalistik. Sepengetahuan penulis, ada sejumlah media massa terkenal di zaman itu. Yakni : Sin Po,  Panji Masyarakat, Suara Karya, Tempo, Forum Keadilan, Berita Yudha, Sinar Harapan. Saat itu, pemerintah mengawasi ketat setiap peredaran berita sehingga mempengaruhi kinerja wartawan di media itu. Salah memilih judul saja, atau typo dalam hal istilah maupun tanda baca, draft naskah  lima halaman yang ditulis wartawan langsung masuk tong sampah saat dinyatakan keliru oleh tim redaktur. Bahkan tak jarang, setelah naskah dibuang sang wartawan dapat makian dari redaktur! Atas sikap keras itulah, media massa era orde baru selalu enak dibaca, mendapat tempat dimata pembaca, walaupun ada sebagian kecil dari media tersebut secara gamblang mengkritik sikap dan kebijakan pemerintah, seperti : Harian Indonesia Raya, Majalah Tempo, Harian Sin Po, dan Harian deTIK akhirnya dibredel tanpa alasan jelas. Pun tak ketinggalan dengan media televisi, sedikitnya 5 stasiun tv baru medio 1990 an. Awalnya, berstatus media daerah seperti : RCTI dan SCTV di Surabaya, ANTV di Padang, Indosiar dan TPI di Jakarta. Konten acaranya sangat menarik dan edukatif, seperti : Keluarga Cemara(RCTI), Satu kakak Tujuh Ponakan (RCTI), Layar Emas(RCTI), Si Doel Anak Sekolahan(RCTI), Kuis Family 100(Indosiar), Rumah Tanpa Jendela(TVRI) dan program anak hari minggu full dari pukul 6.00 - 12.00. Pers Era Reformasi Mei 1998, era orde baru berakhir, setahun kemudian  SIUPP atau Surat Izin Penerbitan Pers yang disebut kebijakan diskriminatif oleh kalangan pers, dicabut! dan babak baru media massa dimulai. Akhir 1999 sampai awal 2000 an, sedikitnya ada 15 tabloid, 30 majalah, 4 media televisi, dan 5 media online didirikan. Awalnya, media massa anyar tersebut kontennya menarik dan edukatif seperti : TV7 dengan kartun selepas maghribnya, Metro TV dengan Today’s Dialogue, Trans TV dengan Jelajah, John Pantau, Yuk Sahur Yuk, Lativi dengan Tokoh Indonesia. Typo Dianggap Hal Sepele Menjelang 2009, dua dari empat media televisi bertransformasi, koran dan tabloid baru semakin aktif mewarnai pemberitaan nasional. Sayang,dengan alasan kebebasan pers, infomasi yang disajikan semakin menurun kualitasnya. Typo yang dulunya dianggap kesalahan serius, kini merebak di media massa. Penulis beranggapan, tindakan kecil semacam ini perlu penanganan serius dari berbagai pihak, termasuk pemerintah. Contoh kesalahan penulisan fatal yang terjadi di media massa seperti contoh berikut ini. Lahirkan Kembali SIUPP Memang negeri ini berhaluan demokrasi pancasila, tetapi kalau soal typo yang marak saat ini perlu diberikan sanksi tegas, guna menjaga kredibilitas media itu sendiri dan menjaga stabilitas pemerintahan. Jika memungkinkan lahirkan saja kembali SIUPP, untuk menekan sejumlah media massa yang dianggap frontal dalam pemberitaannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline