Lihat ke Halaman Asli

Ramadhan, Redefinisi Gaya Hidup

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semestinya dengan momen Ramadhan, kita bisa menengok dan mengamati gaya hidup yang kita pilih selama ini. Momen ini sungguh berarti untuk meredefinisi pola-pola keseharian yang mungkin bagi kita sendiri jarang atau bahkan tidak pernah kita interospeksi, entah alasan memang sudah dari dulunya kebiasaan kita seperti ini atau sibuk. Ramadhan 'memaksa ' kita untuk meredefinisi 'wajah' kita.

Gaya hidup instan yang sangat lekat dengan kehidupan urban sangat terasa dasawarsa ini. Kemudahan-kemudahan teknologi, keinginan-keinginan instan spontan yang sepertinya harus kita turuti, memaksa kita 'memakan' apa saja yang tampak indah di mata dan manis dirasa.

Salah satu gaya hidup yang perlu kita redefinisi dengan momen Ramadhan ialah pola makan. Gaya hidup urban identik dengan makanan dan pola makan instan. Entah karena padatnya aktivitas sampai 'delay-delay' yang tidak perlu seperti kemacetan kota, sering menyebabkan kita tidak disiplin dalam hal yang satu ini. Akibatnya, sistem pencernaan kita terganggu, maag kita 'meronta'.

Dalam artikel Sakit Maag, Puasa Sembuh Men!, Prof. Made Astawan menulis perihal puasa dan keterkaitannya dengan 'derita' akibat gaya hidup urban instan, yakni keluhan maag. Apabila kita cermati dalam tulisan tersebut, seakan profesor mengatakan bahwa keluhan maag bisa diredefinisi (baca: disembuhkan) dengan berpuasa Ramadhan. Redefinisi ini diperlukan agar kita diharapkan kembali 'fitri' (baca: sembuh) supaya kehidupan dan aktivitas kita menjadi seimbang kembali. Bukankah keseimbagan untuk berada ditengah itu menenangkan?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline