Lihat ke Halaman Asli

Puri gate : Termehek-mehek Ala Kompasiana

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Berita Postingan BH tentang tokoh fiktif Puri ini membuat kita  sejenak terhenyak. Mungkin cerita tentang Puri ini patut diberi judul "Termehek-mehek sesion 2 ala Kompasiana” (sesion satu sudah ada di TV :p ) Inilah babak baru  kebohongan publik  dan penggalangan opini. Mau tidak mau, suka tidak suka  kita  sekarang berada di dunia dengan arus informasi yang begitu cepat, yang terkadang secara sadar ataupun tidak  kita dengan mudahnya terseret oleh penggalangan opini  oleh pihak-pihak tertentu dengan tujuan-tujuan tertentu.  Contoh kasus pun sudah begitu banyak yang terakhir adalah  kasus cicak lawan buaya dengan score lebih dari 1 juta facebookers buat KPK dan 25 ribu buat POLRI, termasuk sang “Puri susu siji” yang membuat kita cukup termehek-mehek belakangan ini. Kemudahan   menerima informasi maupun mengemukakan  pendapat ke media yang dapat di  akses semua kalangan  membuka kesempatan "Emas" bagi sekelompok  orang yang melek teknologi dan paham tentang  psikologi massa. Kita tidak dapat serta merta menyalahkan orang  yang membuat hoax, spoiler atau apapun istilahnya, nyatanya terbukti sampai saat ini pun masih terdapat pro dan kontra mengenai kasus diatas. Terlepas dari salah  atau benar, ada manfaatnya atau tidak, marah atau senang dan bagaimana pun kita berusaha menerima hal ini, sebagai manusia normal, tetap dihati kecil kita ada perasaan "mendongkol" karena   sadarkalau kita  sudah dibohongi “mentah-mentah”,  hingga secara otomatis ego kita sebagai manusia pasti tersentuh, "..masa sih aku yang sudah seperti ini(tua, pintar, berpendidikan, berwawasan luas) bisa kecolongan seperti ini!"  Pada  dasarnya Jangan mudah percaya sesuatu apapun di dunia maya!  dunia yang sangat berbahaya kalau anda menyadari  kemampuan orang-orang  yang ahli tapi Tidak punya "hati"  dan dengan seenaknya menyalah gunakan teknologi "ajaib" ini dengan berbagai cara. Yang ingin saya garisbawahiadalah   dalam menggunakan teknologi dan  menerima informasi kita harus benar-benar bijak, tidak dengan mudahnya menelan semua informasi secara bulat-bulat, perlu adanya chek and recek, konfirmasi dan penelaahan, dan yang paling penting jangan menjadi orang yang “Reaksioner” dan dengan mudahnya terbawa emosi dalam mengambil suatu tindakan. Dengan belajar dari sejarah, toh kita tidak mau lagi terulang kasus Ambon dan Poso, atau kalau mau kita tarik kebelakang di jaman Kolonial dulu, Belanda berhasil menjalankan politik pecah belahnya pada nenek moyang kita hanya karena  mereka  mudah  sekali termakan hasutan sang "Kompeni". Sekali lagi hal ini tentunya menjadi pelajaran kita semua ke depan, semogakita tidak gampang terhasut oleh informasi yang tidak jelas sumbernya, belum kuat fakta-faktanya dan hanya didasari oleh solidaritas buta atau ikut-ikutan “trend” yang kita sendiri tidak tahu duduk permasalahannya atau karena mengikuti   orang lain  yang mungkin juga punya agenda terselubung. Mari kita berdoa bersama, semoga ini bukan menjadi bagian dari budaya bangsa indonesia kedepan , Naudzubillah minzalik. Dibalik kejahatan mungkin terdapat sebuah kebaikan, dan dibalik kebaikan mungkin terdapatsebuah kejahatan, Peace.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline