Sulaiman (Salomo) bin Daud adalah seorang raja yang dikenal dianugerahi oleh Allah dengan hikmat-kebijaksanaan yang luar biasa menakjubkan. Siapa yang tidak mengenal cerita tentang raja ini, yang dalam hikmatnya memutuskan sebuah kasus yang menyangkut sengketa perebutan seorang anak bayi oleh dua orang perempuan? (1 Raja-Raja 3:16-28). Kiranya sepanjang sejarah tidak ada seorang raja pun yang memiliki hikmat-kebijaksanaan dalam menjalankan pemerintahan seperti Salomo. Di bawah ini saya kutip 11 (sebelas) ayat dari Kitab Kebijaksanaan Salomo yang berisikan kata-kata bijak dan ditujukan oleh sang raja kepada para penguasa:
"Dengarkanlah, hai para raja, dan hendaklah mengerti, belajarlah, hai para penguasa di ujung-ujung bumi. Condongkanlah telinga, hai kamu yang memerintah orang banyak dan bermegah karena banyaknya bangsa-bangsamu. Sebab dari Tuhanlah kamu diberi kekuasaan dan pemerintahan datang dari Yang Mahatinggi, yang akan memeriksa segala pekerjaanmu serta menyelami rencanamu, oleh karena kamu yang hanya menjadi abdi dari kerajaan-Nya tidak memerintah dengan tepat, tidak pula menepati hukum, atau berlaku menurut kehendak Allah.
Dengan dahsyat dan cepat Ia akan mendatangi kamu, sebab pengadilan yang tak terelakkan menimpa para pembesar. Memang yang bawahan saja dapat dimaafkan karena belas kasihan, tetapi yang berkuasa akan disiksa dengan berat. Sang Kuasa atas segala-galanya tidak akan mundur terhadap siapapun, dan kebesaran orang tidak dihiraukan-Nya. Sebab yang kecil dan yang besar dijadikan oleh-Nya, dan semua dipelihara oleh-Nya dengan cara yang sama. Tetapi terhadap yang berkuasa akan diadakan pemeriksaan keras. Jadi perkataanku ini tertuju kepada kamu, hai pembesar, agar kamu belajar kebijaksanaan dan jangan sampai terjatuh. Sebab mereka yang secara suci memelihara yang suci akan disucikan pula, dan yang dalam hal itu terpelajar akan mendapat pembelaan. Jadi, hendaklah menginginkan serta merindukan perkataanku, maka kamu akan dididik." (Kebijaksanaan Salomo 6:1-11)
Kita tidak dapat menyangkal sedikitpun bahwa semua kekuasaan datang/berasal dari Allah. Semua orang yang mendapatkan kekuasaan pada suatu hari akan berdiri di depan takhta Allah untuk mempertanggungjawabkan bagaimana mereka menggunakan wewenang/kekuasaan yang diberikan-Nya kepada mereka. Para orangtua, para guru, para penguasa/pejabat di bidang pemerintahan, misalnya raja, presiden, hakim agung, anggota parlemen, dlsb., para bossdi bidang bisnis dll. Di bidang keagamaan ada uskup, imam dan para pemuka agama dlsb. Semua akan menghadapi "pemeriksaan keras" oleh Sang Kuasa (Keb 6:7,8).
Kebanyakan dari kita mempunyai lingkungan pengaruh yang relatif kecil. Kalau begitu halnya, apakah kita cukup merasa lega dan berterima kasih kepada bintang-bintang di langit? Samasekali tidak! Jauh lebih baik bagi kita untuk berlutut dan berdoa bagi para pemimpin kita, teristimewa di bidang pemerintahan yang salah-benarnya kebijakan mereka akan sangat membawa dampak atas "nasib" rakyat yang begitu banyak jumlahnya.
Atas para pemimpin pemerintahan ini Allah menuntut agar mereka melakukan fungsi masing-masing dengan benar, menghormati dan taat kepada hukum, dan melaksanakan tujuan Allah bagi rakyat atas siapa mereka memiliki kekuasaan. Seorang pemimpin itu bukanlah sekadar seorang "pejabat", mereka harus memperhatikan dan melindungi orang-orang yang dipimpinnya dari ancaman pihak musuh, dan sang pemimpin harus menjamin bahwa keadilan dan kebaikan tetap terjaga. Pada hakekatnya para pemimpin politik/kenegaraan memiliki pekerjaan seperti orang tua bagi anak-anak mereka.
Patut dicatat bahwa para pemimpin juga - seperti kita sendiri -- menghadapi pertempuran dengan Iblis dan roh-roh jahatnya secara berkesinambungan. Iblis tahu sampai berapa besar kendali dan pengaruh yang dimiliki seorang pemimpin. Ia (Iblis) ingin para pemimpin melakukan kesalahan, agar supaya gagal. Si Jahat mengetahui bahwa dia dapat melemahkan keseluruhan bangsa dengan menjerumuskan para pemimpinnya ke dalam jerat-dosa, a.l. perilaku yang korup. Lihatlah apa yang terjadi dengan Ponsius Pilatus dan Raja Herodes Antipas sekitar 2.000 tahun lalu. Dua orang pemimpin ini sesungguhnya dapat membuat pilihan-pilihan yang dapat menjadikan mereka tokoh-tokoh besar dalam Kerajaan Allah. Ternyata mereka justru menjadi pion-pion Si Jahat. Tentu saja kita tidak ingin para pemimpin politik/kenegaraan kita mengikuti jejak Ponsius Pilatus dan Herodes Antipas.
Ya, kita memang harus banyak berdoa bagi para pemimpin kita. Agar mau dan mampu melakukan pekerjaan mereka dengan baik, para pemimpin kita membutuhkan hati seorang gembala. Mereka membutuhkan hikmat-kebijaksanaan Salomo dan kesabaran Ayub. Sebagai pribadi-pribadi, mereka menghadapi dua front, dari dalam ada kodrat manusia yang cenderung untuk berdosa, dan dari luar ada si Iblis dan roh-roh jahatnya yang terus saja menggoda. Dengan spiritualitas yang tidak kokoh, para "pemimpin" dapat dengan mudah menyerah kepada godaan dimaksud, ..... maka jatuhlah mereka ke dalam "kebanggaan palsu", "keangkuhan", "kemunafikan", menjadi "pembohong besar" dlsb. Dengan demikian para pemimpin ini pun membutuhkan perlindungan, paling sedikit lewat doa-doa syafaat kita.
Kebanyakan dari kita mengetahui mengenai berbagai kewajiban, tanggung-jawab dan hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan tugas kita sebagai orang tua. Para pemimpin politik/kenegaraan/bangsa juga mempunyai anak-anak, yang mungkin lebih susah untuk dicintai daripada anak-anak mereka sendiri, dan jumlahnya juga jauh lebih besar; ...... mereka adalah rakyat, pribadi-pribadi manusia, bukan sekadar angka-angka statistik, dan mereka itu ratusan juta jiwa jumlahnya. Oleh karena itu, marilah kita mendoakan para pemimpin kita di segala bidang (termasuk para pemimpin agama) tanpa jemu-jemu, terutama agar mereka jangan memandang diri mereka sekadar sebagai pejabat-pejabat, penguasa-penguasa yang mementingkan diri sendiri dan keluarga/kerabat/kelompoknya sendiri, melainkan sebagai "pelayan-pelayan" atau "abdi-abdi" sejati bagi pribadi-pribadi rakyat/umat.
DOA: Allah Yang Mahakuasa, kami berdoa untuk semua orang di seluruh dunia dan teristimewa di negara kami, Indonesia, yang bertugas melayani rakyat/umat sebagai pemimpin -- teristimewa di bidang politik/kenegaraan/pemerintahan dan keagamaan. Bangunlah kebenaran-Mu melalui diri mereka. Biarlah Pemerintahan-Mu datang melalui pribadi-pribadi yang Kaujadikan pemimpin itu. Amin.
(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan saya tanggal 6 November 2015)