Lihat ke Halaman Asli

Hilangnya Dikotomi Bali Utara dan Bali Selatan Dalam Pilgub Bali 2018

Diperbarui: 28 Januari 2018   08:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DOKPRI

Provinsi Bali sebentar lagi akan menyambut perhelatan pesta demokrasi rakyat lima tahunan yaitu Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Bali atau yang jamak disebut dengan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Bali, dalam Pilgub tahun ini yang akan diselenggarakan tepatnya pada tanggal 27 Juni 2018, sudah terpilih dua pasangan calon yaitu paslon I Wayan Koster & Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) atau yang lebih akrab disapa dengan pasangan KBS-ACE, dan paslon Ida Bagus Rai Dharma Wijaya Mantra & I Ketut Sudikerta yang lebih akrab disapa dengan pasangan Mantra-Kerta. 

Paslon KBS-ACE diusung dan didukung oleh Partai PDI-P, HANURA, PAN, PKPI, PKB, dan PPP yang berkekuatan 27 kursi di DPRD Provinsi Bali, sementara paslon Mantra-Kerta didukung dan diusung oleh Partai GOLKAR, NASDEM, DEMOKRAT, GERINDRA, PKS, PERINDO, dan PSI ini memiliki kekuatan 28 kursi di DPRD Provinsi Bali, maka jika yang dijadikan indikator adalah jumlah kursi partai pendukung di DPRD Bali maka kontestasi ini diperkirakan akan berlangsung sangat ketat.

Namun Bali tetaplah Bali, daerah ini selalu memiliki keunikan tersendiri, baik dari pariwisata, budaya, maupun masyarakatnya, yang selalu berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia, termasuk juga untuk kontestasi politiknya seperti Pilgub Bali ini, dimana dalam kontestasi pemilihan kepala daerah tertinggi di provinsi ini ada sebuah patron yang menjadi kepercayaan dari para pelaku politik dan telah berlangsung dari tahun ke tahun dan periode ke periode jika ingin keluar menjadi pemenang dalam kontestasi tersebut, yaitu dikotomi tentang poros Bali Utara dan Bali Selatan, yaitu keharusan tentang pasangan calon yang akan maju dalam Pilgub untuk selalu memasangkan atau menduetkan tokoh dari perwakilan Bali bagian Utara yaitu Kabupaten Buleleng dengan tokoh dari perwakilan Bali bagian Selatan yaitu Kabupaten Badung dan Kota Denpasar.

Bukan hal yang aneh dua bagian dari pulau Bali tersebut dijadikan patron kekuatan politik di Bali, alasannya adalah karena berdasarkan informasi yang diperoleh dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bali, data Daftar Pemilih Tetap (DPT) dari ketiga daerah tersebut menjadi yang terbesar di Provinsi Bali dan jika digabungkan sudah mencakup setengah dari jumlah total seluruh DPT Provinsi Bali yang berjumlah 3.025.066 pemilih, dimana Kabupaten Buleleng menjadi penyumbang terbesar sekaligus Kabupaten dengan jumlah pemilih terbanyak di Bali dengan jumlah DPT 583.381 orang, lalu disusul oleh Kota Denpasar dengan jumlah DPT 422.294 orang, dan Kabupaten Badung dengan jumlah DPT 346.208 orang.

Dari periode ke periode, dikotomi poros Bali Utara dan Bali Selatan selalu menjadi acuan pemilihan paslon dalam Pilgub Bali, seperti pada Pilgub tahun 2013 lalu dimana pada saat itu paslon yang diusung oleh PDI-Perjuangan sebagai Calon Gubernur Bali Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga yang awalnya akan digadang-gadang berpasangan dengan Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana sebagai Calon Wakil Gubernur harus gigit jari karena tidak mendapatkan restu dari sang Ketua Umum Megawati Soekarno Putri sehingga terpaksa harus mengalihkan pilihannya pada Dewa Nyoman Sukrawan yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua DPRD Buleleng sebagai wakilnya demi mengimbangi superioritas lawannya saat itu I Made Mangku Pastika sang Gubernur Petahana yang berasal dari Buleleng dan maju sebagai Calon Gubernur Bali berpasangan dengan I Ketut Sudikerta yang pada saat itu menjabat sebagai wakil Bupati Badung dan mewakili poros Bali Selatan yang diusung oleh parpol koalisi gabungan diluar partai PDI-P yang pada saat itu dimotori oleh partai GOLKAR dan partai DEMOKRAT. 

Begitupun jika ditarik mundur kembali ke periode sebelumnya dalam Pilgub Bali tahun 2008 yang dimenangkan oleh I Made Mangku Pastika sebagai Calon Gubernur dari poros Bali Utara berpasangan dengan Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga sebagai Calon Wakil Gubernur dan mewakili poros Bali Selatan yang saat itu berhadapan dengan paslon Cok Budi Suryawan yang berasal dari Kabupaten Gianyar (Bali Timur) berpasangan dengan Nyoman Gde Suweta yang berasal dari Kabupaten Buleleng (Bali Utara), serta paslon I Gede Winasa yang berasal dari Kabupaten Jembrana (Bali Barat) berpasangan dengan mantan Bupati Badung I Gusti Bagus Alit Putra (Bali Selatan).

Sementara itu, untuk Pilgub Bali 2018, ternyata paket paslon yang muncul sangat diluar dugaan dimana sama sekali tidak terjadi poros Bali Utara dan Bali Selatan seperti pada periode-periode sebelumnya, seperti yang telah kita ketahui bersama, paslon KBS-ACE merupakan perwakilan Bali Utara dan Bali Timur, dimana I Wayan Koster adalah politisi yang berasal dari Desa Sembiran, Kabupaten Buleleng dan wakilnya Cok Ace berasal dari Puri Saren Ubud, Kabupaten Gianyar, sementara itu paslon Mantra-Kerta dua-duanya merupakan perwakilan Bali Selatan, dimana Rai Mantra saat ini masih menjabat sebagai Walikota Denpasar dalam periodenya yang kedua dan I Ketut Sudikerta merupakan politisi yang berasal dari Desa Pecatu, Kabupaten Badung. Satu-satunya harapan untuk memunculkan poros Bali Utara dan Bali Selatan dalam paslon I Ketut Sudikerta dan Gede Pasek Suardika (GPS) yang berasal dari Kabupaten Buleleng untuk mewakili Bali Utara dan digadang-gadang akan diusung Koalisi Bali Dwipa Jaya pun tak kunjung terwujud.

Maka Pilgub Bali 2018 ini menjadi sangat menarik dan layak untuk disimak karena akan memunculkan suatu fenomena baru dengan mematahkan dikotomi Poros Bali Utara dan Bali Selatan yang sebelumnya dijadikan tolak ukur dan formula kemenangan dalam Pilgub Bali periode-periode sebelumnya dan  ternyata sekarang dua poros kekuatan besar tersebut tak mau lagi bergabung, dan lebih memilih untuk bertarung head-to-head dalam kontestasi kali ini. Layak dinanti apakah sang jawara baru penguasa Bali dalam 5 tahun ke depan akan diwakili oleh poros Bali Utara ataukah poros Bali Selatan???  Mari kita saksikan bersama jawabannya pada tanggal 27 Juni 2018 nanti.

Salam,

I Putu Indra Mandhala Putra, SH.,M.Kn

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline