Saya sempat membaca berita memprihatinkan. Seorang ayah yang berprofesi sebagai kuli diduga bunuh diri dikarenakan stres memikirkan utang biaya pernikahan anaknya.
Saya membaca berita terenyuh, sebuah momen sakral justru terselip kabar duka. Kejadian ini seharusnya bisa dihindari seandainya ada kesepakatan pesta pernikahan dilakukan sesuai kemampuan finansial.
Pertanyaan kecil pun muncul, masihkah biaya pernikahan anak menjadi beban orangtua?
Pernikahan di jaman saat ini memang membutuhkan biaya besar. Ada yang menghabiskan jutaan rupiah, puluhan juta, ratusan juta bahkan hingga miliaran. Pengeluaran ini biasanya untuk cetak kartu undangan, foto pre-wedding, dokumentasi, jasa Wedding Organizer (WO), baju pengantin, konsumsi tamu undangan, dekorasi hingga sewa gedung.
Sebenarnya biaya nikah bisa sangat terjangkau namun faktor gengsi sosial, ingin menciptakan kenangan spesial atau ingin memberikan hal terbaik bagi tamu membuat biaya pernikahan menjadi membengkak.
Tidak jarang tingginya biaya pernikahan yang mahal ini disiasati dengan berutang baik secara personal maupun ke bank. Orangtua menjadi tumpuan bagi si anak untuk dapat membiayai pesta pernikahan yang tergolong besar ini. Alhasil orangtua ikut terjebak dalam utang pernikahan sang anak meskipun ada orangtua yang tidak mempermasalahkan hal ini.
# Pasangan Perlu Kesiapan Mental dan Finansial
Kesiapan memang membutuhkan kesiapan mental dan finansial. Tidak jarang cobaan terberat justru muncul menjelang pernikahan. Tidak sedikit pasangan mengalami percekcokan menjelang pernikahan dan akhirnya pernikahan batal.