Gubernur Bali, I Wayan Koster mengeluarkan wacana penutupan semua gunung untuk kawasan obyek wisata termasuk aktivitas pendakian. Begitulah pemberitaan yang kini tengah menjadi isu hangat di Bali.
Pelarangan ini tidak serta merta terjadi karena melihat beragam aksi wisatawan khususnya pendaki yang melanggar kode etik pendakian. Contoh sederhana aksi warga negara Rusia bernama Miha Nika yang beraksi tidak senonoh bersama rekan-rekannya saat berkunjung di Gunung Batur di Bali.
Tidak hanya itu ada pula aksi WNA pria yang berpose senonoh dengan menurunkan celana saat berada di Gunung Agung. Wisatawan nusantara pun kerap bertindak kurang terpuji seperti membuang sampah selama pendakian, merusak alam, melanggar pantangan seperti tengah Haid bagi pendaki wanita dan sebagainya.
Saya akui wacana ini sudah menciptakan pro dan kontra di masyarakat Bali. Apa saja itu?
Pro Larangan Pendakian
Tidak sedikit masyarakat yang mendukung kebijakan ini. Umumnya mereka yang merupakan perangkat desa di sekitar gunung di Bali.
Alasan terkuat dikarenakan gunung di Bali merupakan kawasan suci. Tidak heran akan terdapat pelinggih ataupun pura baik di puncak gunung ataupun di sekitar gunung.
Gunung Agung secara khusus menjadi tempat suci karena dimanifestasikan sebagai tempat bersemayam Dewa Siwa. Tidak hanya itu di lereng Gunung Agung pun terdapat Pura Besakih yang merupakan pura terbesar bagi masyarakat Hindu di Bali.