Beberapa pemuda mendatangi rumah satu-persatu termasuk tempat tinggal saya. Menyapa dan menyampaikan maksud kedatangan yaitu meminta sumbangan pembuatan Ogoh-Ogoh.
Wuah berarti tahun ini sudah bisa melihat pawai Ogoh-Ogoh lagi dong menjelang Nyepi. Kerinduan tersendiri karena sejak Pandemi, Pawai Ogoh-Ogoh sempat ditiadakan.
Ogoh-Ogoh sendiri merupakan seni patung yang mencerminkan sisi Bhuta Kala (Makhluk Jahat) yang nantikan akan diarak keliling desa pada malam sebelum Nyepi (Hari Pangrupukan) dalam tradisi Hindu.
Mengingat Ogoh-Ogoh sebagai representasi hal jahat maka umumnya Ogoh-Ogoh diciptakan dalam bentuk raksasa berwajah menyeramkan atau makhluk mitos lainnya seperti Naga.
Seiring waktu, kreativitas masyarakat Bali mulai menangkap fenomena sosial yang berkembang di masyarakat. Pernah saya melihat Ogoh-Ogoh diciptakan dengan bentuk cewek penyanyi seksi, atau tokoh koruptor yang ditangkap oleh KPK.
Ternyata daya kreativitas masyarakat kini menjadi media kritik yang disalurkan melalui seni Ogoh-Ogoh.
Saya punya kenangan tersendiri terkait kegiatan melihat Ogoh-Ogoh. Dulu saat duduk di kelas 6 SD, saya dan seorang teman sengaja berjalan kaki mengunjungi beberapa desa untuk melihat seni Ogoh-Ogoh yang diciptakan.
Dulu setiap Banjar (istilah kelompok tinggal masyarakat Bali atau mirip istilah Rukun Warga pada masyarakat di Jawa) membuat minimal 1 Ogoh-Ogoh. Ada juga kelompok Sekaa Taruna (Karang Taruna) yang membuat ogoh-ogoh tersendiri.
Jadi dalam 1 Banjar bisa melihat beberapa Ogoh-Ogoh yang dibuat oleh masyarakat atau kelompok pemuda. Bentuk Ogoh-Ogoh pun berbeda satu dengan lainnya.
Pulang sekolah, saya dan teman sudah mengagendakan desa mana saja yang ingin dikunjungi. Mengingat perjalanan dengan berjalan kaki maka kami pun menyiapkan perbekalan seadanya selama di jalan.