Pemerintah Provinsi melalui Dinas Pariwisata Bali telah berupaya menciptakan beragam wisata alternatif di Bali. Tujuan untuk memberikan pilihan wisata lain serta pemerataan pengembangan pariwisata. Salah satunya melalui desa wisata.
Apakah sobat pernah berkunjung ke Desa Penglipuran yang sempat menyabet sebagai salah satu Desa Terbersih di dunia. Saya bahkan sudah 2 kali ke Desa Penglipuran karena suka dengan suasana desa yang rapi, menjunjung asas Tri Hita Karana dan tentu saja sarat kearifan lokal.
Atau mungkin mengunjungi Desa Jatiluwih di Tabanan yang terkenal dengan hamparan sawah yang hijau. Bahkan Jatiluwih ini menyandang status warisan budaya tak benda yang ditetapkan oleh UNESCO pada 2012. Saya pun sudah beberapa kali kesini dan rasanya melihat hamparan padi hijau membuat pikiran menjadi tenang dan senang.
Keberhasilan pengembangan desa inilah yang tidak hanya membawa dampak ekonomi, sosial dan budaya bahkan mampu meningkatkan citra Bali di mata internasional. Saya melihat dalam kurun waktu 8 tahun belakangan ini Pemprov Bali seakan gencar mengembangkan potensi desa sebagai desa wisata.
Mengutip sebuah portal berita online diketahui saat ini terdapat kurang lebih 238 desa wisata di Bali. Namun sayangnya hanya sekitar 30 desa wisata yang masuk kategori maju dan mandiri (Sumber Klik Di sini).
Teman saya yang berkecimpung dalam pengembangan desa wisata mengatakan bahwa usaha ini tidaklah mudah. Apalagi di jaman saat ini tantangan tidak hanya bersifat internal namun juga eksternal.
Mendengar cerita teman saya ini, seakan saya mengibaratkan bahwa pengembangan desa wisata tidak semudah makan pisang. Kenapa?
Ketika kita ingin makan pisang, kita sudah bisa mengamati dari perubahan warna kulit yang umumnya dari hijau berubah jadi kuning sebagai tanda sudah matang. Tinggal mengupas kulit dan hap, pisang langsung masuk ke mulut dan sudah bisa merasakan rasa manis dari pisang tersebut.
Pengembangan desa wisata tidak semudah itu, meski sudah terlihat potensi desa yang bagus pun belum tentu menjanjikan bisa berubah sebagai desa wisata yang mandiri dan maju. Melihat data di atas saja tidak sampai 25 persen dari total desa wisata yang dianggap berhasil.