Saya ingat saat pemerintah memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat sebagai upaya pencegahan penularan virus Covid-19 seakan membuat roda perekonomian menjadi lumpuh.
Salah satu sektor yang terkena imbas adalah pusat perbelanjaan dan Mall. Ini karena aktivitas dan ramainya orang berbelanja dikhawatirkan akan menjadi media penularan virus Covid-19 saat itu.
Melihat data di atas Jakarta masih mendominasi jumlah mall dan pusat perbelanjaan terbanyak disusul Bandung. Adanya PPKM tentu berdampak besar terhadap operasional Mall khususnya di kota besar.
Saya ingat pusat perbelanjaan dan mall tutup untuk waktu yang cukup lama, banyak karyawan yang harus dirumahkan dan tentu saja pemasukan bagi pengelola menurun drastis.
Saat saya masih tinggal di Kabupaten Bogor bahkan ada mall yang terang-terangan dijual kepada publik melalui sosial media dan diberitakan di media lokal. Ini karena ketidakberdayaan pengelola menghadapi kondisi ekonomi yang lumpuh.
Perlahan kebijakan mulai dilonggarkan. Saya ingat pemerintah perlahan memperbolehkan pusat perbelanjaan dan mall buka dengan dimulai untuk tenant sembako atau kebutuhan sehari-hari. Selain itu ada syarat khusus mulai penggunaan masker, hand sanitizer hingga scan barcode peduli lindungi sebagai syarat masuk mall.
Kini mayoritas Mall sudah beroperasi secara normal. Namun bukan berarti semua berjalan sesuai harapan. Nyatanya masih ada pusat perbelanjaan yang masih terlihat sepi. Ibarat mati segan hidup pun tak mau.
Di Bali ada supermarket yang sebenarnya sudah dikenal masyarakat. Ironisnya paska pandemi, tingkat kunjungan masih sepi. Hanya ada tenant makanan cepat saji yang terlihat ada pengunjung. Terkesan tenant inilah yang sedikit banyak membantu kunjungan ke supermarket.
Saat di Kabupaten Bogor pun saya melihat ada pusat perbelanjaan di kawasan elit namun sepi. Kehadiran bioskop di dalam mall yang membuat Mall ini masih terlihat hidup meskipun sudah banyak tenant yang tutup dan tidak buka hingga sekarang.