Beberapa hari ini saya baru sadar selama keliling Denpasar. Saya nyaris tidak menemukan Angkutan Kota (Angkot) sepanjang jalan yang saya lalui. Padahal saat 10 tahun lalu, saya masih menemukan Angkot meski rute terbatas. Seingat saya rute Terminal Mengwi-Terminal Ubung atau Terminal Ubung-Rumah Sakit Sanglah.
Saya mencoba mengingat kembali kenangan menggunakan Angkot di Denpasar. Saat itu jauh dekat hanya perlu membayar Rp. 2.000/orang. Bahkan jika pelajar dengan menggunakan seragam sekolah cukup membayar Rp. 1.000/orang.
Saya bandingkan saat dulu kuliah di Malang. Jumlah angkot di Malang jauh lebih banyak dibandingkan di Denpasar. Bahkan ada rute yang masuk jalan perkampungan sehingga tidak susah jika ingin bepergian.
Ketika ada teman yang hendak wisata ke Bali. Sering ada pertanyaan, adakah Angkot di Bali? Pertanyaan ini muncul karena ada keinginan untuk menggunakan transportasi umum selama bepergian di Bali. Saya biasanya menjawab ada namun dengan rute terbatas.
Namun sepertinya 10 tahun kedepan, Angkot akan menjadi langka di Bali. Ada beberapa alasan mengapa saya menuliskan hal ini antara lain :
1. Penggunaan Motor Tergolong Tinggi
Jika sobat Kompasiana berkunjung ke Bali, jangan kaget jika setiap rumah nyaris akan ada motor. Tidak hanya itu banyak keluarga yang memiliki lebih dari 1 motor. Umumnya motor yang dipakai orang tua dan anak.
Bagi masyarakat Bali, menggunakan motor terkesan lebih praktis dan mampu menjangkau tempat dengan akses terbatas.
Menurut data dinas perhubungan Bali, jumlah kendaraan motor di Bali mencapai 4,1 juta unit sedangkan jumlah penduduk Baki berkisar 4,2 juta jiwa. Artinya nyaris mendekati 1:1 (Sumber Klik Disini).