Pernahkah sobat Kompasiana mendengar istilah Duck Syndrome?
Istilah ini mungkin terdengar asing di telinga kita. Saya mencoba memberikan sedikit gambaran terkait duck syndrome
Seorang remaja cantik sebut saja Dewi adalah siswi populer di SMA. Dirinya selain dikenal cantik juga selalu menjadi juara kelas. Banyak orang yang menganggapnya sebagai sosok beruntung karena sudah cantik eh pintar lagi.
Eitsss, penilaian tersebut tidak semuanya benar. Tanpa kita sadari ada perjuangan luar biasa yang harus Dewi lakukan untuk membentuk citra siswi cantik dan pintar. Dewi harus menyisihkan uang jajannya untuk perawatan, membeli skincare yang harganya mahal serta busana yang menunjang penampilannya.
Disisi lain Dewi berusaha keras belajar mati-matian hingga mengambil banyak kursus setelah pulang sekolah agar bisa menjadi juara kelas. Perjuangan Dewi yang luar biasa inilah yang akhirnya berhasil membentuk image cantik nan pintar.
Ibarat bebek yang tengah berenang di air. Kita hanya berfokus pada si bebek yang berenang dengan tenang dari atas permukaan air tanpa kita sadari kaki si bebek berusaha keras mengayuh dan menjaga keseimbangan. Kondisi inilah yang dinamakan Duck Syndrome.
Ternyata generasi muda khususnya usia SMP hingga kuliah sangat rentan mengalami Duck Syndrome. Di usia seperti itu mereka memiliki banyak ambisi dan ingin menjadi pusat perhatian. Banyak hal yang harus dilakukan atau dikorbankan tanpa kita sadari.
Mengutip dari salah situs kesehatan ada beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami duck syndrome, di antaranya:
- Tuntutan akademik
- Ekspektasi yang terlalu tinggi dari keluarga dan teman
- Pola asuh helikopter
- Pengaruh media sosial, misalnya terbuai ide bahwa kehidupan orang lain lebih sempurna dan bahagia ketika melihat unggahan dari orang tersebut
- Perfeksionisme
- Pernah mengalami peristiwa traumatik, seperti pelecehan verbal, fisik, dan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, atau kematian orang yang dicintai
- Self-esteem yang rendah (sumber klik disini)
Mungkin kita setuju bahwa Jepang dan Korea Selatan memiliki standar pendidikan yang baik di Negara Asia. Para siswa di 2 negara tersebut sejak kecil sudah difokuskan untuk menjadi siswa unggul. Tidak segan orang tua memberikan les tambahan dari sore hingga malam agar anaknya cerdas dan bisa diterima di sekolah favourite.