Lihat ke Halaman Asli

H.I.M

TERVERIFIKASI

Loveable

Lucunya Negeri Ini, Membeli Sepeda Terasa Murah dan Berkurban Terasa Mahal

Diperbarui: 28 Juli 2020   12:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Quote Sindiran Tentang Berkurban. Sumber Gramho

Hari raya Idul Adha 1441 Hijriah tinggal menghitung hari. Masa ini menjadi moment yang ditunggu oleh umat muslim di dunia termasuk di Indonesia karena ada tradisi berkurban bagi mereka yang mampu. 

Suasana Idul Adha tahun ini mungkin terasa berbeda mengingat masih berada di situasi pandemi. Banyak orang harus kehilangan pekerjaan karena PHK massal, usaha gulung tikar karena sepi pembeli, gaji tidak full karena adanya work from home, pendapatan menurun, hingga keadaan ekonomi yang tidak stabil. Kita paham betul bahwa pandemi ini memberikan hantaman keras  terhadap sendi perekenomian masyarakat.

Kondisi ini secara tidak langsung juga mempengaruhi kemampuan umat muslim untuk berkurban pada Idul Adha ini. Disekitar lingkungan saya, ada yang tahun lalu mampu berkurban 3 ekor kambing kini hanya berkurban 1 kambing. Sebelumnya berkurban 1 kambing kini memilih untuk tidak berkurban dulu dengan mempertimbangkan kemampuan finansial.

Secara nalar, kondisi ini akan terasa wajar karena bagi mereka yang terkena PHK atau pengurangan gaji pasti mempertimbangkan tabungan yang tersisa untuk bertahan hidup. Untuk makan esok hari saja mereka perlu menghitung sisa tabungan yang ada. Bagi mereka mungkin tahun ini belum bisa berkurban karena memang kondisi keuangan tidak memungkinan.

Hal lucu terjadi justru bagi mereka yang seakan-akan "miskin harta" dan menganggap efek pandemi membuat mereka tidak mampu berkurban. Ada istilah seakan-akan yang saya gunakan karena sebenarnya mereka masih mengganggap membeli hewan sangatlah mahal dan akan mengurangi sisa tabungan mereka.

Justru disaat pemerintah mengumumkan New Normal dan mengurangi pembatasan aktivitasi diluar rumah, masyarakat menumpahkan euforia dengan aktivitas yang mengeluarkan uang yang cukup banyak seperti ke mall, bertamasya, nongkrong, hingga membeli sepeda yang sempat menjadi tren di era New Normal.

Tren bersepeda sejak ada pemberlakuan New Normal seakan menciptakan budaya baru yaitu mari hidup sehat dengan bergowes ria. Boleh dikatakan bahwa terjadi perubahan gaya hidup dari yang semula beraktivitas dengan kendaraan bermotor kini kembali ke sepeda yang notabane-nya sempat ditinggalkan oleh masyarakat. Pamor sepeda ibarat kurva saham yang semula pada kondisi terpuruk namun naik meroket tajam secara tiba-tiba.

Banyak pesepeda awam yang membanjiri jalan raya saat pagi dan menjelang sore. Bahkan ketika acara car free day, justru kegiatan ini didominasi oleh para pengguna sepeda. Contoh sederhana terlihat pada banyaknya pesepeda pada kegiatan Car Free Day  di ibukota pada awal Juli lalu.

Jika saya boleh membuat persentase tujuan bersepeda saat ini, entah kenapa saya menilai hanya 30 persen yang bertujuan untuk hidup sehat sedangkan 70 persen sekedar untuk gaya-gayaan dan terkesan mengikuti saja. Terlihat banyak sekali postingan di sosial media terkait aktivitas bersepeda yang justru lebih mengarah kepada unsur pamer sosial dibandingkan olahraga.

Penjualan sepeda meningkat drastis ibarat kacang goreng. Begitu banyak masyarakat yang antusias membeli sepeda hanya untuk mengikuti tren. Sepeda bekas pun seakan bertebaran dipromosikan di beberapa akun belanja online maupun marketplace di sosial media.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline