Saat ini pemberitaan terkait Pilkada serentak 2020 terus menjadi topik hangat di media pemberitaan nasional. Pemberitaan ini semakin menarik ketika istilah dinasti politik kembali digelorakan sejak netijen mencium aroma pendaftaran Gibran sebagai Bakal Calon Walilota Solo dan kini resmi diusung oleh PDI Perjuangan.
Saya pun sempat menulis artikel tentang keuntungan Gibran sebagai calon Walikota yang diusung oleh PDI Perjuangan. Artikel bisa diklik disini.
Sebenarnya istilah dinasti politik bukan hal baru dalam perpolitikan Indonesia. Setidaknya kita pernah mendengar dinasti politik Ratu Atut dimana banyak anggota keluarga hingga kerabat menduduki sektor penting di daerah Banten.
Namun berdasarkan Mahkamah Konstitusi, dinasti politik bukan suatu pelanggaran hukum selagi dilakukan sesuai dengan proses yang benar seperti Pemilu ataupun Pilkada. Artinya Pencalonan Gibran pun tidak menyalahi hukum negara.
Pilkada Serentak 2020 akan menjadi perhelatan besar bagi 270 daerah di tanah air. Khusus Jawa Timur setidaknya ada 19 Kabupaten/Kota yang ikut terlibat dalam pesta pemilihan kepala daerah ini. Sebut saja Kota Surabaya, Kota Pasuruan, Sidoarjo, Gresik, Sumenep, Jember,Lamongan, Pacitan dan beberapa daerah lainnya.
Ada hal menarik dari tata kemasyarakatan di Jawa Timur. Kita tahu bersama bahwa Jawa Timur banyak memiliki Kota Santri yang melahirkan para pemuka agama hingga cendekiawan Islam yang memiliki kontribusi besar terhadap pengembangan masyarakat.
Bagi kalangan NU, muncul istilah Gus sebagai sapaan untuk sosok yang dianggap panutan dari sisi agama, hingga panggilan bagi anak laki-laki pemilik pondok pesantren atau tokoh Kyai kharismatik yang ada di daerah sekitar Jatim.
Kita pasti akrab dengan tokoh sapaan Gus yang berasal dari Jatim seperti Gus Dur yang juga mantan Presiden RI ke-4 ataupun Saifullah Yusuf, mantan Wakil Gubernur Jatim yang kerap disapa Gus Ipul.
Sapaan Gus akan sering terdengar di daerah seperti Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Malang, Jember, Gresik, Lamongan, ataupun Jombang yang banyak terdapat pendidikan pondok pesantren. Jangan heran seseorang dengan sapaan Gus akan disegani di tengah masyarakat khususnya dilingkungan pesantren.
Pada ajang Pilkada, banyak bermunculan kandidat calon kepala daerah yang memasang sapaan Gus di media kampanye seperti baliho,poster ataupun spanduk. Tujuan tidak lebih untuk meningkatkan minat pendukung muslim di daerahnya.