Kasus yang menimpa Audrey, pelajar SMP di Pontianak yang dianiaya oleh 12 pelajar SMA telah menyita perhatian masyarakat Indonesia maupun internasional. Terbukti hashtag JusticeForAudrey maupun SafeAudrey menjadi trending topik di berbagai linimasa sosial media seperti twitter dan instagram. Tidak hanya itu sosok Hotman Paris selaku pengacara ternama di tanah air juga ikut memberikan perhatian terhadap kasus ini.
Apa yang membuat kasus ini begitu menyita perhatian masyarakat luas. Setidaknya saya melihat ada beberapa faktor penyebab hal tersebut.
1. Viral Melalui Sosial Media.
Seperti yang sudah saya jelaskan diawal, sosial media memiliki peran penting membangun perhatian masyarakat pada kasus ini. Berawal dari thread Twitter lewat akun @syarifahmelinda tentang penganiayaan seorang siswi SMP oleh 12 orang pelajar SMA di Pontianak, Kalimantan Barat. Pemberitaan ternyata kian tersebar melalui Sosial Media khususnya di twitter, instagram maupun facebook yang melahirkan #JusticeForAudrey dan #SafeAudrey.
Kemunculan #JusticeForAudrey bahkan sempat menjadi trending topic di twitter. Tidak hanya itu akun Lambe Turah yang memiliki follower 6 jutaan juga memiliki peran besar karena ikut memposting berita tersebut. Peran sosial media inilah yang kemudian membuat masyarakat semakin penasaran terhadap kasus ini. Tidak lebih dari 2 hari, masyarakat mulai menuliskan tanggapan mereka terhadap kasus Audrey terlihat dengan munculnya berbagai postingan netijen terkait kasus Audrey.
2. Kenakalan Remaja Kian Mencoreng Citra Pendidikan
Status korban maupun pelaku yang masih duduk dibangku sekolah membuat citra pendidikan Indonesia kian tercoreng. Meskipun kejadian tidak terjadi di lingkup sekolah tetap saja memunculkan dilema serta mencoreng citra pendidikan itu sendiri. Selama 2 tahun belakang ini, masyarakat seakan disuguhi pemberitaan terkait kenakalan remaja seperti tawuran antar pelajar, siswa menantang guru, penganiayaan adik kelas hingga penganiayaan antar teman. Tidak heran jika muncul pandangan bahwa remaja jaman sekarang seakan tidak mengaplikasikan nilai-nilai dan norma-norma yang diajarkan saat sekolah.
Saya ingat saat masih duduk di bangku sekolah saya menerima mata pelajaran Budi Pekerti dan Agama. Kedua mata pelajaran ini sudah sangat jelas berusaha menanamkan akhlak mulia serta berperilaku sepantasnya dalam bermasyarakat. Disitu diajarkan bagaimana kita menghormati orang tua, menghormat sesama hingga melindungi mereka yang lemah.
Tentu munculnya kasus ini menjadi PR tersendiri bagi lembaga pendidikan agar dapat mengantisipasi kenakalan remaja yang justru kian meningkat seiring perkembangan jaman. Dahulu ketika guru memarahi siswa karena kenakalan yang dilakukan, siswa dengan berbesar hati menerima hukuman seperti berdiri dengan satu kaki, dijemur di lapangan terbuka, push up atau setidaknya kuping akan dijewer oleh guru. Kini jangankan kuping dijewer, mendapat peringatan saja siswa justru melawan atau melapor kepada orang tua.
3. Gender Kian Bias
Dulu laki-laki dianggap sebagai sosok superior dan memiliki tingkat emosional yang lebih labil. Tidak heran kenakalan remaja lebih banyak dilakukan oleh anak laki-laki. Kini perempuan yang dianggap sosok yang feminim justru dalam beberapa kasus memunculkan sisi maskulinitasnya. Gender mulai terasa bias karena umumnya perempuan akan menggunakan perasaan dalam setiap tindakannya namun pada kasus Audrey, beberapa remaja wanita melakukan penganiayaan yang terbilang sadis kepada anak yang berusia lebih muda dengan aksi menjambak, menendang, membenturkan ke jalan bebatuan hingga penganiayaan fisik lainnya (kronologis detail baca disini).