Kemaren, 3 Juli 2020, Institut Teknologi Bandung (ITB) memperingati 100 tahun pendirian Technische Hogeschool (TH) atau Sekolah Tinggi Teknik (STT) Bandung. Seabad lampau, Gubernur Jenderal Mr J P Graaf van Limburg Stirum datang ke Bandung meresmikan pemakaian gedung kampus TH. Pendirian TH dirancang sejumlah pengusaha Belanda, tiga tahun sebelum berwujud bangunan.
Kehadiran TH tidak terlepas dari politik etis yang dijalankan di Hindia Belanda. Bukan hanya sekolah dan kampus yang didirikan. Mayoritas mahasiswa generasi dekade awal abad 20 yang kuliah di Belanda mendapat beasiswa dari klub theosofi Belanda. Mereka ikut membela, tatkala sejumlah mahasiswa nasionalis dihadapkan ke pengadilan.
Dies Natalis ITB dirayakan setiap 2 Maret, sebagai tanggal resmi pendirian pada 1959. Terdapat jarak hampir empat dasawarsa antara STTB dan ITB. Hanya saja seluruh lulusan STTB sebelum ITB resmi berdiri, masuk dalam lingkup alumni ITB.
Sukarno tercatat sebagai lulusan sarjana bumiputra pertama, bersama tiga orang yang lain, pada 3 Juli 1926. Kehadiran Sukarno di publik ditandai dengan tulisan-tulisan di koran-koran berbahasa Melayu. Ketika Kongres Pemuda 1928 terselenggara, Sukarno dan para perancang Manifesto Politik 1925 di Belanda sudah tak lagi berstatus mahasiswa atau pelajar.
Bukan hanya Sukarno yang masuk fase STTB yang dikenal sebagai alumni ITB. Terdapat dua nama lagi, paling tidak dalam konteks artikel ini, yakni BJ Habibie dan Hartarto Sastrosoenarto.
Habibie hanya enam bulan kuliah, 1954. Setelah itu, ia lanjut ke Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule di Aachen, Jerman.
Hampir bersamaan, Hartarto hanya sampai tingkat tiga, 1955, kuliah di STTB. Setelah itu, ia meraih Bachelor di University of New South Wales, Sydney, Australia, 1959.
Yang tercatat sebagai mahasiswa "Angkatan I" ketika ITB resmi berdiri adalah Ginandjar Kartasasmita. Akan tetapi, sama dengan kedua senior kampus STTB, Ginandjar lanjut kuliah di Tokyo University of Agriculture and Technology (1960-1965). Lima tahun setelah keberangkatan Hartarto dan Habibie.
Habibie, dalam sejumlah kesempatan, berterima-kasih kepada Sukarno. Sukarnolah yang mengirim Habibie dan mahasiswa asal Indonesia lain ke luar negeri, angkatan demi angkatan. Sukarno telah menjadi senior paling senior lulusan STTB. Dengan mengirim mahasiswa itu, Sukarno hendak merebut teknologi kelas dunia di jantung masing-masing negara maju.
Australia, tempat Hartarto kuliah, dikenal sebagai pemenang Perang Dunia II. Jerman dan Jepang, tempat Habibie dan Ginandjar kuliah, menjadi dua negara yang kalah dalam Perang Dunia II. Akan tetapi, justru Jerman dan Jepang yang paling berhasil dalam industrialisasi, dibanding Australia. Kehadiran pabrik-pabrik produsen mesin-mesin perang, diubah menjadi mesin-mesin kebutuhan umum.
Hartarto lahir di Klaten, 30 Mei 1932. Habibie di Pare-Pare, 25 Juni 1936. Ginandjar di Bandung, 9 April 1941.