Lihat ke Halaman Asli

Indra Jatipermana

Mahasiswa Unjani Teknik Elektro

Wage Rudolf Soepratman, Pahlawan Nasional Indonesia dan Pencipta Lagu Kebangsaan INDONESIA RAYA

Diperbarui: 29 Juni 2024   20:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Latar Belakang dan Pendidikan

Wage Rudolf Soepratman lahir pada 9 Maret 1903 di Purworejo, Jawa Tengah, sebagai putra bungsu dari pasangan Djoemeno Senen Sastrosoehardjo dan Siti Senen. Latar belakang keluarganya mencerminkan kompleksitas stratifikasi sosial di Hindia Belanda: ayahnya adalah seorang sersan dalam Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger (KNIL), pasukan kolonial Belanda, sementara ibunya adalah seorang pribumi Jawa. Nama aslinya adalah Wage Rudolf Supratman, namun ia kemudian mengubah ejaan nama belakangnya menjadi "Soepratman" sesuai dengan ejaan yang berlaku pada masa itu, sebuah tindakan yang dapat diinterpretasikan sebagai refleksi awal dari kesadaran nasionalisnya.

Pendidikan formal Soepratman dimulai di sekolah Belanda di Purworejo, di mana ia terpapar pada kurikulum Eropa-sentris yang umum pada masa kolonial. Pengalaman ini, meskipun potensial alienatif, justru memberinya pemahaman mendalam tentang bahasa dan budaya penjajah, yang kelak menjadi alat penting dalam perjuangannya. Pada usia muda, sekitar tahun 1914, ia pindah ke Makassar, Sulawesi Selatan, untuk tinggal bersama kakak perempuannya, Roekijem Supratijah, yang menikah dengan seorang Belanda bernama Willem van Eldik.

Di Makassar, Soepratman melanjutkan pendidikannya di sekolah Belanda dan mulai terpapar dengan berbagai pengaruh budaya dan musik Barat. Kota pelabuhan yang kosmopolitan ini memberikan Soepratman perspektif yang lebih luas tentang keragaman etnis dan kultural Nusantara, yang kelak akan memengaruhi visinya tentang Indonesia yang bersatu. Selama periode ini, ia juga mulai belajar biola dari kakak iparnya, Willem van Eldik, yang menjadi fondasi krusial bagi perkembangan bakatnya dalam bidang musik.

Meskipun tidak menyelesaikan pendidikan formalnya hingga tingkat tinggi sebuah keterbatasan yang umum bagi pribumi pada masa itu  Soepratman adalah seorang autodidak yang tekun. Ia terus mengembangkan diri melalui membaca ekstensif dan belajar mandiri, terutama dalam bidang sejarah, politik, dan sastra. Perpustakaan pribadi Willem van Eldik menjadi sumber pengetahuan yang tak ternilai baginya, memberinya akses pada literatur yang mungkin sulit didapat oleh kebanyakan pribumi pada masa itu.

Pengalaman pendidikan Soepratman yang unik ini kombinasi antara pendidikan formal Belanda, eksposur pada keragaman kultural Nusantara, dan pembelajaran mandiri yang intensif membentuk fondasi intelektual dan kultural yang kuat bagi perkembangan ideologi nasionalisnya. Ia memperoleh pemahaman mendalam tentang mekanisme kekuasaan kolonial, sekaligus mengembangkan visi tentang identitas nasional Indonesia yang inklusif dan multikultural.

Karir sebagai Jurnalis dan Musisi

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Makassar, Soepratman memulai karirnya sebagai guru sekolah dasar, sebuah profesi yang umum bagi pribumi terdidik pada masa itu. Namun, passionnya dalam bidang jurnalisme dan musik segera membawanya ke jalur karir yang berbeda dan lebih berisiko. Pada awal 1920-an, ia pindah ke Bandung, salah satu pusat pergerakan nasional pada masa itu, dan mulai bekerja sebagai jurnalis untuk beberapa surat kabar, termasuk Kaoem Moeda, sebuah publikasi yang dikenal dengan sikapnya yang kritis terhadap pemerintah kolonial.

Sebagai jurnalis, Soepratman memiliki kesempatan unik untuk mengamati dan melaporkan berbagai peristiwa penting dalam pergerakan nasional Indonesia. Tulisan-tulisannya sering kali mengangkat isu-isu sosial dan politik yang sensitif, termasuk ketidakadilan sistem kolonial, eksploitasi ekonomi terhadap pribumi, dan aspirasi kemerdekaan bangsa Indonesia. Kemampuannya untuk mengartikulasikan ide-ide nasionalis dalam bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca umum membuat tulisannya menjadi katalis penting dalam membangkitkan kesadaran politik di kalangan pribumi terdidik.

Paralel dengan karirnya sebagai jurnalis, Soepratman juga aktif mengembangkan bakatnya dalam bidang musik. Ia terus menyempurnakan kemampuan bermain biolanya dan mulai menulis lagu-lagu patriotik. Kombinasi unik antara jurnalisme dan musik ini memberikan Soepratman platform yang ideal untuk mengekspresikan ide-ide nasionalismenya. Lagu-lagunya sering kali mengandung pesan-pesan kebangsaan yang terselubung, yang bisa lolos dari sensor ketat pemerintah kolonial.

Salah satu karya awalnya yang mendapat perhatian adalah "Dari Barat Sampai ke Timur," sebuah lagu yang merayakan keragaman Indonesia. Lagu ini menunjukkan visi Soepratman tentang Indonesia sebagai negara yang bersatu dalam keberagamannya, sebuah tema yang akan menjadi inti dari karyanya yang paling terkenal, Indonesia Raya. Kemampuannya untuk menggabungkan elemen-elemen musik tradisional dengan gaya komposisi Barat mencerminkan sintesis kultural yang menjadi ciri khas identitas nasional Indonesia yang sedang terbentuk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline