Lihat ke Halaman Asli

Hati-hati, Pijat-pijat Berujung Copet

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah saya membaca postingan Mas Isjet di sini, saya jadi sadar dan terpukul untuk menuliskan kisah penjambretan yang persisnya juga terjadi padaku. Ini sebagai penebus rasa bersalah karena sesaat setelah peristiwa itu terjadi saya hanya menuliskan di blog pribadi saja.

Saya tiba di Jakarta untuk melaksanakan tugas sebagai Mahasiswa Kerja Praktik (KP) atau biasa disebut Praktik Kerja Lapangan, tepat pada tanggal 16 Juli 2012. Seminggu kemudian barulah saya memasuki masa Kerja Praktik di Halim Perdanakusuma hingga 31 Agustus 2012. Setiba di Jakarta saya sudah cukup mampu membaca karakter Ibu Kota ini dari konflik sosial yang sering terjadi. Setiap kali pergi keluar rumah, seluruh harta benda disimpan di tempat yang sulit untuk dijangkau, tampilan pun seadanya saja. Tapi tak disangka, masih ada saja cela untuk pencopet/jambret menjadikan saya target operasinya.

Hari itu hari senin, tanggal 23 Juli 2012 saya mengawali hari pertama KP yang ditempatkan di Tower Halim Perdana Kusuma, bagian ADC (Aerodrome Controller). Bagian ini menangani pengaturan lalu lintas pesawat terbang di udara agar tidak 'bertengkar'.

Kembali ke esensinya, pada pertama kalinya saya masuk tugas (KP) otomatis saya harus berpakaian rapi dan sopan layaknya orang kantoran. Tapi mungkin tampilan saya lebih dari pada sekedar karyawan, jadi akhirnya para penjambret mengincar saya. #Hehehe

Kisahnya dimulai dari kantor tempat saya numpang di Tanjung Barat dekat UNINDRA, naik angkot S15/S15A ke arah Pasar Rebo. Turun diperempatan tepat di bawa jalan layang, saya mencari mikrolet 06A berwarna biru menuju PGC (Pusat Grosir Cililitan). Selanjutnya saya akan melanjutkan perjalanan menggunakan Trans Halim menuju Airport. Semua rute ini juga saya dapatkan dari hasil bertanya-tanya.

Proses penjambretan terjadi tepat di Mikrolet 06A, perjalanan ke arah PGC. Saya sudah memilih satu Mikrolet dari sekian banyak pilihan yang ada dengan karakter terjadinya tindak kriminal sangat kecil. Saya pun menggunakan tips sendiri, yakni duduk di depan tepat di samping sopir. Menurut hemat saya posisi ini kecil kemungkinan kita akan dikriminalisasi. Duduklah saya di depan, tiba-tiba datang seseorang yang mengaku kakinya reumatik dan tidak bisa dibengkokkan. Ok lah saya mengalah, dan menuju ke kursi belakang. Tiba-tiba saja sudah ramai oleh penumpang. Posisi duduk saya di kursi panjang yang muat 6 orang dan persisi di tengah-tengah karena di kiri sudah ada 2 orang lain (pelajar). Dikursi yang muat untuk 4 orang sudah duduk sorang perempuan di pojok dan lelaki tepat di depan saya.

Keanehan mulai terjadi, tapi tidak terbaca dengan mudah oleh ku. Setiap ada pernumpang yang masuk, si Bapak yang ada di depan saya selalu mengarahkan ke samping kanan dan kirinya, seolah tidak ingin posisinya diambil orang lain. Mikrolet masih juga belum berjalan, menunggu seluruhnya penuh. Masuklah 2 orang lelaki besar dan duduk tepat di kanan saya. Ok, Mikrolet sudah berjalan menuju PGC.

Ditengah-tengah kewaspadaan saya menimang tas di atas kedua kaki saya (karena didalamnya ada dompet tersimpan rapi dan harta penunjang lainnya), saya lupa untuk mewaspadai BlackBerry yang ada di saku kanan celana saya. Maklum, pada saat itu saya memang sedang janjian dengan seorang teman kampus yang juga KP bersama saya untuk bertemu di satu tempat.

Setelah berjalan sekitar 50 m, lelaki di depan saya mengeluarkan sejumlah brosur yang berisi informasi pengobatan alternatif. Beberapa brosur dibagikan ke beberapa penumpang termasuk saya, tapi tidak semua penumpang mendapatkannya. Lalu lelaki itu meminta ijin untuk memijat seorang bapak di kanan saya, anehnya Bapak ini begitu ikhlasnya dipijat tanpa khawatir bayar atau apalah. Tidak lama kemudian kaki saya dipegang dan ingin dipijatnya, saya tolak walaupun Ia memaksa beberapa kali. Pijatan kembali dilanjutkan ke Bapak sebelumnya, tapi kali ini pijatannya lebih emosional. Kaki bapak yang dpijat tersebut dibentur-benturkan ke paha kanan saya. Merasa risih saya pun bergeserm tapi bagaimana mau geser banyak, walhasil hanya lutut saja yang menyesuaikan.

Proses pijat-memijat itu berlangsung sekitar 1 menit lebih. Saya semakin khawatir dan beberapa penumpang nampaknya juga memberikan sinyal buruk kepada saya. Di sisi lain saya mulai mengkhawatirkan BB di saku celana, tapi entah mengapa pikiran tidak sejalan untuk memerintahkan tangan segera merogoh saku mengambil BB itu. Perasaan saya BB itu sudah bergerak perlahan dan akan jatuh, tapi tetap saja saya terpaku menghindar dari pijatan yang semakin keras dibenturkan ke paha saya.

Hingga pada akhirnya, mungkin BB itu sudah berhasil dikuasainya. Si pemijat ini turun, cepat sekali. Selang 100m bapak di kanan saya turun, selang 20 m saya sadar bahwa BB saya tidak ada di saku celana. Saya tidak bisa berbuat banyak dan hanya bisa mencaci sedikit berasumsi bahwa bapak itu telah mencurinya. Selang 100 m selanjutnya bapak yang mengaku reumatik tadi turun. Singkat saya mulai berpikir tidak mungkin bapak yang turun pertama kali itu mampu menjangkau saku saya karena kedua tangannya jelas memijat. Jadi, kemungkinannya antara dua bapak di kanan saya ini. Tapi bagaimana saya mau memproses mereka??? Saya jelas akan terlihat bodoh dan sangat bodoh menanyakan BB saya kepada mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline