Lihat ke Halaman Asli

NII KW 9: Berbohong & Berbayar Puluhan Juta Rupiah

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1302809326672849677

[caption id="attachment_100780" align="alignright" width="320" caption="Ilustrasi by http://nii-alzaytun.blogspot.com"][/caption]

Beberapa hari terakhir tengah gencar diberitakan tentang kerisauan sebagian masyrakat tentang kehadiran NII KW 9 (Negara Islam Indonesia Komando Wilayah 9). Dalam tulisan ini saya tidak akan membahas secara terperinci lata belakang kemunculan NII KW 9 ini, jika menginginkan informasi mendalam silahkan klik NII Crisis Cemter. Di web resmi yang melayani konsultasi langsung terhadap masyrakat yang ingin tahu lebih banyak informasi tentang NII. Pada beberapa kesempatan organisasi tersebut juga dipercaya menjadi narasumber pada talkshow di Televisi.

Seperti yang sudah saya ungkapkan sebelumnya bahwa tidak lagi membahas tentang latar belakangnya, melainkan saya ingin berbagi kisah kepada Anda para pembaca. Secara kebetulan ada empat orang rekan saya yang berhasil direkrut oleh NII KW 9 pada 2009 lalu, satu orang diantaranya berhasil kami tarik keluar dan tiga lainnya masih bersih kukuh untuk tetap mengikuti ajaran sesat dan merugikan tersebut. Selain terdapat pernyimpangan-penyimpangan terhadap ideologi negara di dalamnya tetapi juga dilengkapi dengan modus mengkafirkan mereka yang rendah keyakinannya terhadap Islam.

Setidaknya itulah yang dirasakan oleh ke-3 rekan saya yang berhasil kami himpun kisahnya dari sahabat kami yang berhasil lepas dari ajaran tersebut. Mereka direkrut oleh teman dekat mereka sendiri yang "memoles" diri agar terlihat menarik dan kebanyakan dari perekrut adalah wanita. Setelah sampainya di suatu tempat mereka menjalani semacam presentasi oleh orang yang khusus untuk menjelaskan visi misi NII agar tertarik meninggalkan kewarganegaraan Indonesianya. Bahkan sempat Ibu dari salah satu korban menghubungi saya sembari menangis karena anaknya yang juga sahabat kami semasa SMA tidak kunjung bisa dihubungi. Hingga selang beberapa hari kami mendengar kabar langsung dari sahabat kami itu bahwa Ia baru saja kembali dari sebuah pendakian gunung. Saat itu kami bernafas lega. Tetapi usut punya usut ternyata di gunung tersebut menjalani semacam penempaan untuk proses kaderisasi.

Setelah masuk lebih dalam mereka biasanya diminta (wajib) untuk bersedekah dengan jumlah yang ditetapkan. Tidak tangung-tanggung jumlah yang diminta mencapai puluhan juta rupiah. Bahkan ketiga kawan kami tersebut nekad membohongi kedua orang tuanya untuk memperoleh dana dengan nominal antara 25-35 juta rupiah. Walaupun sebenarnya alasan mereka tidaklah logis. Bayangkan saja dengan alasan laptop hilang maka tebusannya 25 juta. kamera hilang tebusannya 35 juta.

Melihat dan menyadari semua itu serta berbekal cerita dari satu orang rekan kami yang berhasil keluar, kami mencoba untuk menjelaskan kepada orang tua mereka di daerah. Namun ternyata usaha kami sia-sia dan pada akhirnya mereka tetap menjadi pengikut setia NII KW 9.  Hingga kini keberadaan mereka sangat renggang dengan  kami semua sahabatnya semasa SMA dan sama-sama mengadu nasib di perantauan.

Sebenarnya pengalaman itu sudah pernah saya tuliskan di Hati-Hati dengan NII (Negara Islam Indonesia). Namun melalui tulisan ini saya ingin menyampaikan beberapa hal yang bermakna himbaun kepada kita semua untuk berhati-hati dengan lingkungan di sekitar. Terutama beberapa point berikut:

Mahasiswa

Mahasiswa merupakan sasaran empuk bagi para perekrut, mengingat mahasiswa terutama yang masih dalam tahap pencarian jati diri mudah untuk diajak bergabung. Terlebih lagi mahasiswa baru yang belum begitu mengenal lingkungan tempat tinggalnya. Mahasiswa pun didukung kehidupan sosial yang tinggi sehingga mudah dalam menghubungkan setiap mata rantai penyebarannya. Selain itu dominan sasaran mereka adalah mahasiswa atau korban yang memang dalam pengetahuan agamanya minim. Oleh karenanya berhati-hatilah bagi Anda yang berpotensi menjadi korbannya, dalam hal ini adalah mahasiswa.

Mahasiswa-Orang Tua

Koordinasi antara orang tua dan mahasiswa sangat diperlukan. Mengingat ketika korban berhasil dipengaruhi pemikirannya, mereka akan diminta untuk membayar sejumlah uang (sedekah wajib) yang nominalnya besar. Secara otomatis  orang tua adalah korban berikutnya sebagai donatur utama anaknya. Maka dari itu, orang tua setidaknya bersikap kritis terhadap kehidupan anaknya terutama bagi mereka yang di perantauan. Bila terdapat suatu hal yang patut dicurigai maka alangkah baiknya melibatkan pendapat rekan-rekan di sekitarnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline