Lihat ke Halaman Asli

Warta Jateng Masih Amatir (Ma'af)

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12968725221581873775

Beberapa hari yang lalu, tepatnya pada tanggal 29 Januari 2011 sepulang dari acara Blogshop Kompasiana di Solo. Saat itu saya menuju stand Kompas cetak di salah satu sudut pameran, ditemani oleh rekan saya sesama kompasianer. "Alhamdulillah, dapat bacaan gratis" ucapku, sesaat setelah diberikan sebuah koran Warta Jateng. Agak asing membaca sekilas nama korannya. Ternyata, media baru ini jebolan kompas cetak yang sudah lampau terkenal. Nampaknya kompas menunjukkan bahwa bisnis koran cetak masih sangat potensi, walaupun media digital sudah merebak. Tapi bukan masalah bisnisnya yang akan saya bahas kali ini. Tapi pengalaman saya setelah membaca beberapa halaman dari Warta Jateng. Bukan  bermaksud mencari-cari kesalahan, tapi belajar dari postingan Pak Gustaaf Kusno yang saat itu memgomentari tentang kesalahan pengejaan dalam koran Kompas. Sebagai pembaca kita diajurkan untuk cerdas dalam membaca suatu pembertiaan. Cerdas dalam menyikapi persoalan yang ada. Cermat dalam menilai tulisan. Salah satunya adalah tata bahasa penulisan. Kalau tidak salah, Warta Jateng saat itu juga tertanggal 29 Januari 2010. Saya tidak hafal benar karena korannyapun kelupaan di kamar kos. Tumben saja saat itu saya merasa fokus membaca koran. Mungkin karena setelah mendengar paparan dari Mas Iskandar Zulakrnaen, terpacu semangat untuk menulis. Dari itu saya mencari hal apapun yang kira-kira dapat ditulis. Beberapa diantaranya sudah saya posting dalam daftar artikel saya di kompasiana. Dibilang bayi, Warta Jateng memang masih baru lahir dan belum cukup sebulan lamanya terhitung dari awal diterbitkannya. Warta Jateng secara resmi terbit pada tanggal 16 Januari 2011 sebanyak 38000 eksemplar. Jadi wajar jika masih dijumpai kesalahan-kesalahan kecil dalam proses editing-nya. Warta Jateng adalah media yang merupakan bagian dari kelompok usaha Kompas Gramedia. Sebelum mengembangkan usaha ke Semarang, para pengelola koran itu telah memulai media lokal lewat koranWarta Kota di Jakarta. Tampil dengan 16 halaman di awal terbitnya, Warta Jateng hadir untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan kalangan profesional Jateng. Karena itu lah selain sajian rubrik yang variatif, koran ini juga akan secara interaktif melibatkan pembacanya untuk mengembangkan citizen jurnalism atau jurnalisme warga (kompas.com). Baiklah, tak perlu berlama-lama. Sempat saya mengabadikannya dengan bantuan scanner tercatat beberapa kesalahan yang fatal dan bisa-bisa tidak mengandng arti atau makna yang jelas. Sebenarnya ini tidak hanya terjadi dengan Warta Jateng, koran seperti Media Indonesia-pun masih juga nampak kesalahannya. Hanya saja yang sempat saya scan adalah Warta Jateng. [caption id="attachment_87401" align="aligncenter" width="470" caption="Warta Jateng "][/caption] Sempat saya coret pada saa itu dengan pena bertinta merah. Karena posisi yang sedang dalam perjalanan dengan kereta api, agar selalu ingat maka saya tandai saja. Untuk lebih memperjelas dimana letak kekeliruannya, lebih baik kita simak fokusnya. [caption id="attachment_87403" align="aligncenter" width="518" caption="Warta Jateng"]

12968737611152598318

[/caption] Dalam satu kalimatnya, terdapat kata Nasiona yang seharusnya Nasional. Nampaknya editor harus lebih berhati-hati lagi dalam memutuskan layak atau tidaknya, benar atau tidaknya tata bahasa yang diberitakan. Tidak masalah jika halaman tersebut dibaca oleh pembaca yang acuh tak acuh dengan kontennya. Tapi sebagai media pemula harusnya bisa belajar bagaimana mendapatkan empati dari pembaca sehingga mampu melahirkan pembaca-pembaca setia. Kedua, dalam paragraf berikutnya juga terdapat beberapa kesalahan yang lebih banyak dibanding sebelumnya. [caption id="attachment_87415" align="aligncenter" width="480" caption="Warta Jateng"]

12968759051700896205

[/caption] Pada kolom itu terdaat beberapa koreksi. "..... perempuan wartwan dan itu itu belum termasuk..." nampak pengulangan kata yang tidak perlu yaitu pada kata "itu". Lagi-lagi editor sebagai pelaksana yang megurusi bidang ini perlu menjadi perhatian. Awalnya juga saya mengira bahwa kata gender perlu dikoreksi tapi ternyata itu sudah benar sesuai kaidahnya. Lalu koreksi terakhir adalah pada kalimat ".... masalah Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)". Dalam kaidah penulisan bahasa Indonesia, huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur singkatan. Maka dalam kasus ini seharunya ditulis Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Mungkin dalam asumsi penulis atau editor kata dalam yang dimaksud adalah konjungsi atau kata hubung. Padahal kata dalam sudah masuk dalam unsur akronim atau singkatan yang harus diberi huruf kapital pada setiap awal katanya. Mungkin itu sedikit koreksi saya kepada koran Warta Jateng, semoga kedepan dapat menjadi sumber informasi utama bagi masyarakat Jateng, mampu menjadi pewarta yang kredibel layaknya Kompas sebagai induknya.  Sebagai media tentu diharapkan, Warta Jateng dapat melayani kebutuhan informasi dan komunikasi masyarakat Jawa Tengah. Semoga tidak ada yang merasa dirugikan karena maksud saya buka untuk merugikan, Mohon ma'af jika saya sendiri banyak melakukan kesalahan dalam penulisan, harap maklum saya bukan ahli di bidang tata bahasa dan editor. Namun, hanya sedikit tahu dari yang sedikit salah. Terimakasih.

-----------------0O0-----------------

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline