Lihat ke Halaman Asli

Mempertimbangkan ChatGBT Dalam Pendidikan Tinggi

Diperbarui: 20 November 2024   11:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Perkembangan terkini teknologi kecerdasan artifisial (AI) telah dan tengah memasuki babakan baru. Kemunculan teknologi Al generatif-komunikatif ChatGPT (Generative Pre-trained Transformer) yang dikembangkan OpenAl telah dan tengah mendekonstruksi peradaban. Kemampuan mesin tersebut menjawab hampir semua pertanyaan yang diajukan, menerjemahkan, mengoreksi tata bahasa (grammar), menulis kode pemrograman komputer, dan lain-lainnya membuat penggunaannya semakin meluas. Sebagian pekerjaan yang sebelumnya dilakukan manusia, kini bisa relatif mudah, makin cepat, dan lebih murah dikerjakan Al. Peran manusia dalam berbagai tugas dan pekerjaan pelan-pelan mulai tergantikan. Bidang pendidikan tinggi bukan pengecualian. Sejumlah makalah ilmiah dengan ChatGPT sebagai penulis pendamping mulai bermunculan. Misalnya seperti artikel editorial berjudul ChatGPT: Future Directions and Open possibilities yang ditulis Aljanabi (2023) serta dipublikasikan di Mesopotamian Journal of Cybersecurity. Selain itu, terdapat makalah ilmiah yang menempatkan ChatGPT sebagai penulis utama.

 Misalnya seperti yang ditulis Zaremba & Demir (2023) dalam artikel berjudul ChatGPT: Unlocking the Future of NLP in Finance. Sekalipun, makalah ini baru bersifat preprint dan belum dilakukan proses peninjauan serta penilaian oleh sejawat. Komunitas ilmiah terbelah. Sebagai sepakat, sebagian lagi menolak. Isu mengenai etika dan pertanggungjawaban oleh mesin menjadi latar belakangnya. Chris Stokel-Walker (2023) dalam artikel berita di Jurnal Nature menyebutkan para editor jurnal ilmiah, peneliti, dan penerbit tengah berdebat untuk menempatkan mesin Al seperti ChatGPT dalam publikasi ilmiah dan apakah memang tepat untuk mengutip mesin tersebut sebagai salah seorang penulis. 

Di tengah keriuhan fenomena itu, sebagian pengelola sekolah di New York dan Seattle bahkan telah melarang penggunaan ChatGPT dari perangkat dan jaringan internet mereka. Hal ini menyusul kekhawatirannya terkait kemungkinan praktik mencontek dan dampak negatif terhadap proses pembelajaran. (Lonas, 2023) Namun, Profesor Christian Terwiesch dari Wharton School of the University of Pennsylvania mengatakan ia bahkan "jatuh cinta" dengan ChatGPT. Terutama karena mesin itu berhasil menjawab soal ujian manajemen operasi di level pascasarjana dengan sangat baik. (Basiouny, 2023) Sekilas, gambaran di atas memberikan imajinasi kekhawatiran tentang praktik pendidikan tinggi. Terutama jika dihubungkan dengan kecenderungan melakukan evaluasi pembelajaran dengan soal- soal esai dan sebagainya. Namun, kemunculan dan penggunaan teknologi Al seperti ChatGPT sesungguhnya bisa meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran. Kuncinya bergantung pada kajian awal yang dilakukan untuk menyigi berbagai potensi positif dan negatifnya. Tujuannya, sekurang-kurangnya. untuk memahami hakikat teknologi Al, dampak, serta responsnya bagi praktik pendidikan tinggi. Pada tahapan awal ini, agaknya pendekatan Science, Technology, and Society (STS) dapat dipergunakan sebagai panduan. STS memungkinkan studi lintas disiplin dalam menganalisis hubungan. interaksi serta pengaruh timbal balik antara sains, teknologi, dan masyarakat. Selain itu, pendekatan STS juga bisa mendukung kegunaan praktis dalam proses pendidikan dan pengajaran yang dihubungkan dengan perkembangan terkini teknologi Al.

Khususnya bagi praktik pendidikan tinggi yang berkelindan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, kajian serta respons awal dengan pendekatan STS mengenai kemunculan dan perkembangan teknologi Al generasi terbaru dapat diarahkan untuk menjawab sekurang-kurangnya tiga pertanyaan pokok. Pertama, apa hakikat teknologi Al seperti ChatGPT dan lain-lainnya? Kedua, apa dampak penggunaannya terhadap aktivitas Tri Dharma Perguruan Tinggi? Ketiga, apa respons yang idealnya dipraktikkan civitas akademika? Teknologi Al seperti ChatGP, sudah barang tent akan terus berkembang. Kecepatan perkembangan itu boleh jadi terjadi secara eksponensial--1, 2, 4, 8, 16, dan seterusnya. Potensi positif dan negatifnya juga bakal terus mengikuti dan menimbulkan dampak di tengah masyarakat. Dunia pendidikan tinggi, penting untuk segera merespons.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline