Lihat ke Halaman Asli

Indra Charismiadji

Pemerhati dan Praktisi Pendidikan 4.0 yang peduli dengan Pembangunan SDM Unggul

Ilusi Mutu Pendidikan, Bimbel, dan Komitmen Membangun SDM

Diperbarui: 21 Januari 2020   18:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto: Kompas.com

Sekitar 25 tahun yang lalu, saya mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi di Amerika Serikat. Untuk diterima menjadi mahasiswa di sana, salah satu persyaratannya adalah memiliki skor TOEFL (Test of English as a Foreign Language) sekurang-kurangnya 500. 

Sebagai upaya untuk memenuhi persyaratan tersebut, saya mendaftarkan diri pada sebuah di sebuah lembaga pendidikan bahasa Inggris yang memberikan pelayanan bimbel (bimbingan belajar) TOEFL. 

Model persiapan yang diberikan lembaga tersebut mayoritas dalam bentuk drilling, yaitu latihan mengerjakan soal TOEFL secara terus menerus, kemudian ada kalanya diajarkan trik-trik cara menerka jawaban terbaik dilihat dari konstruksi soal dan pilihan jawaban.

Setelah proses belajar secara intensif kurang lebih 90 menit setiap hari dari hari Senin hingga Kamis selama 10 minggu, akhirnya saya mengikuti tes TOEFL yang sesungguhnya. Skor TOEFL saya pada tes pertama tersebut 518, artinya saya langsung diterima di perguruan tinggi tersebut.

Pada hari pertama kuliah, akhirnya saya baru menyadari mengapa ada persyaratan skor TOEFL minimum 500. Saya tidak mengerti sama sekali terhadap apa yang dosen ajarkan, dan dosen pun tidak memahami apa yang saya katakan. 

IPK saya pada semester pertama kuliah hanya satu koma sekian, beruntung saya dapat mengejar ketertinggalan saya yang akhirnya lulus dengan predikat cum laude.

Pengalaman pribadi saya ini membuktikan bahwa kemampuan bahasa Inggris saya diatas kertas dianggap baik dan mampu mengikuti perkuliahan dalam bahasa Inggris, namun pada kenyataannya kemampuan bahasa Inggris saya jauh dibawah 500 pada skala TOEFL.  

UN bagaikan Timbangan Rusak

Kondisi Ujian Nasional (UN) saat ini tidak jauh berbeda dengan kejadian diatas. Alih-alih digunakan sebagai alat ukur kemampuan siswa dan kualitas pembelajaran, UN ternyata dapat dimanipulasi nilainya dengan berbagai cara.

Ada beberapa modus operandi dalam memanipulasi nilai UN, yang pertama adalah manipulasi positif, dimana manipulasi dilakukan tanpa melanggar aturan. 

Contohnya adalah menggunakan jasa bimbel (bimbingan belajar) untuk mendongkrak nilai UN persis seperti pengalaman pribadi saya dalam persiapan menghadapi TOEFL. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline