[caption id="attachment_273388" align="alignnone" width="300" caption=""][/caption]Kata "Sesuatu" sempat populer di jagat hiburan Indonesia. Sebut saja, sejak Syahrini sering mengatakan demikian, kata ini juga menjadi "tranding topic", penyedap kata, humor selingan bagi orang-orang Indonesia. Entah mengapa? Mungkin karena unik, atau kata yang punya makna sangat luas ini dibawa oleh seorang artis, maka dengan sangat mudah juga terkenal dibandingkan kata-kata yang lain-melekat keterkenalannya sesuai siapa yang membawa.
Nah, kaitannya dengan artikel ini apa?
Jepang, atau Nippon-negeri matahari terbit. Mungkin karirnya di dunia kehidupan Internasional menempatkannya dalam posisi yang bersinar-bagai sinar matahari karena "sesuatunya".
Jepang sering dianggap sebagai model negara maju, teknologi canggih, negara hi-tech. Memang demikian benar faktanya, bahwa Jepang adalah negara yang dapat mengolah "krisis", kebekuan mereka pasca dentuman besar dua buah bom atom yang memporandakan wilayahnya. Maju di bidang teknologi karena menempatkan Jepang sebagai salah satu produsen mobil terkemuka di dunia. Negara yang hi-tech dengan tolak ukur pengembangan robot-robot yang sedikit atau banyak "selangkah lebih maju" dibandingkan dengan negara kawasan Asia.
Jepang juga sering diagungkan oleh mereka yang ingin mendapat contoh tentang perilaku kedisiplinan, ketepatan waktu. Tidak lupa pula melekat budaya "menghormati" atau "cinta budaya" pun mendapat tempat tersendiri bahkan menjadi acuan bagi mereka.
Seakan bahwa kunci keberhasilan Jepang terletak pada kedisiplinan mereka, kemampuan mereka belajar secara cepat, pengagungan pada budaya setempat mereka.[caption id="attachment_273392" align="aligncenter" width="300" caption=""]
[/caption]
Keberhasilan, Milik Semua Negara-Masyarakat-Individu
Apa yang di dapatkan oleh Jepang dengan kedigdayaannya di bidang kemajuan materi membuat mata "negara berkembang" terbelalak. Seakan tidak percaya, tidak PD dengan keadaan mereka sendiri.
Lantas apakah kita akan mempertahankan "dogma" sesat pemikiran kita yang meracuni langkah kita sehingga apatis untuk melangkah. Menyerah sebelum berani berbuat. Kita terlalu percaya dengan formula, rumus kehidupan yang salah bahwa "Keberhasilan itu hanya dilakukan oleh orang-masyarakat-bangsa yang "luar biasa", dengan cara-cara "luar biasa", dengan situasi yang "luar biasa".
Seakan keberhasilan itu jauh. Bagai jauhnya semut di ujung samudera.
Padahal, ada sesuatu yang mungkin kita lupa bahwa "Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum (ummat), hingga umat itu sendiri yang merubah apa yang ada dalam dirinya".