Lihat ke Halaman Asli

Rebutan Direksi BUMN

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14189965421390487814

Tersiar di berbagai media bahwa Menteri BUMN, Rini Soemarmo akan membuka peluang bagi warga negara asing untuk menduduki jabatan sebagai Direksi BUMN. Namun keinginan ini tidak disambut baik oleh beberapa kalangan. Benturan antara nasionalisme dan kepentingan badan hukum perlu untuk di temukan titik singgungnya, semata-mata demi kepentingan bangsa.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki pengertian otentik yang didapat dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003. Didefinisikan bahwa BUMN merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Sebagai sebuah badan usaha, BUMN memiliki dua bentuk, yakni Persero dan Perusahaan Umum (Perum). BUMN yang  menggunakan bentuk Persero, berdiri dan tunduk pada hukum tentang Perseroan Terbatas (PT). Sedangkan BUMN dalam bentuk Perum didirikan berdasar Peraturan Pemerintah yang didalamnya juga mengatur tentang anggaran dasar, pembinaan, pengurusan dan pengawasan.

Didalam Undang-Undang BUMN, ada perbedaan tujuan pembentukan persero dan Perum. Namun keduanya memiliki kesamaan pada tujuan kegiatan yang memberikan kemanfaatan umum. Dalam tujuan persero, disebut secara jelas untuk mengejar keuntungan. Sedang mengejar keuntungan didalam tujuan Perum tidak disebut secara terang. Namun secara tersirat terdapat keharusan untuk memperoleh keuntungan, walaupun hanya sekedar agar Perum tidak mengalami kerugian. “Maksud dan tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa pengadaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga terjangkau oleh masyarakat berlandaskan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat”.

Dari penjelasan diatas setidaknya diperoleh pemahaman dasar tentang apa itu BUMN dan mengapa BUMN dibentuk. Mungkin ada yang bertanya mengapa negara perlu membentuk BUMN, tidak mampukah kementeian itu melakukan kegiatan seperti yang BUMN kerjakan. Kementerian sebagai bagian dari eksekutif memiliki peran dalam tiap bidang masing-masing sebagai pelaksana dari ketentuan undang-undang dengan menerbitkan regulasi tehknis. Sedang kan BUMN merupakan salah satu bentuk  perusahaan yang didalamnya terdapat usaha tertentu yang dilakukan secara terus menerus untuk memperoleh keuntungan. Perlu di ingat bahwa di negara ini terdapat banyak perusahaan yang perlu untuk diatur dan di awasi. Sehinga bagaimana mungkin satu badan usaha dapat membentuk regulasi dan pengawasan bagi bagi badan usaha lain yang sejenis atas  kegiatan usaha di negara Indonesia. Selain itu peleburan BUMN kedalam kementerian tentu tidak menciptakan iklim investasi yang baik.

Di dalam penjelasan persero dan Perum dalam undang-undang terdapat istilah direksi. Dalam persero, direksi dipilih melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pada Perum, direksi ditetapkan oleh menteri. Perbedaan penentuan direksi ini berdasar komposisi modal dalam BUMN. Modal persero mayoritas dimiliki oleh negara, modal-modal minoritas dimiliki oleh swasta. Sedangkan Perum, keseluruhan modal adalah milik negara. Kendatipun dilakukan RUPS dalam pemilihan direksi persero,  akan tetapi dengan modal yang mayoritas maka pemungutan suara dalam RUPS posisi negara menjadi dominan pula.

Posisi direksi menjadi penting karena ia yang berkewajiban untuk menjalankan perusahaan demi kepentingan persusahaan itu. Dalam kegiatannya harus pula didasarkan pada sikap ke hati-hatian dan penuh tanggung jawab. Selain itu direksi adalah wakil dari perusahaan. Maka dari itu direksi dituntut untuk memiliki kemampuan manajerial yang baik, kemampuan melihat peluang usaha, berkredibilitas dan jujur. Dengan tanggung jawab yang besar ini maka sudah mahfum jika direksi memiliki penghasilan yang fantastis.

BUMN tidak hanya mengejar keuntungan semata, akan tetapi didalam BUMN terdapat unsur pelaksana dari UUD 1945 pasal 33 ayat (2) dan ayat (3). Karena negara perlu sarana untuk menguasai cabang-cabang produksi dan segala kekayaan yang ada di bangsa Indonesia, maka BUMN dibentuk sebagai kepanjangan tangan negara untuk menguasai dan memanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Ketika Menteri BUMN berkeinginan untuk mencari WNA untuk ditempatkan sebagai direksi maka secara aturan hal itu tidak lah dilarang. Namun sebuah aturan tidaklah hidup dalam ruang hampa. Ia berada di tengah masyarakat yang memiliki nilai historis dan sosiologis yang tidak dapat dipisahkan.

350 tahun lamanya bangsa Belanda menguasai sektor produksi penting di nusantara. Tergambarkan dalam pelajaran sejarah betapa menderitanya masyarakat pribumi saat itu. Hingga setelah kemerdekaan pun bangsa Indonesia belum mampu menguasai sektor produksi penting. Akibatnya kesejahteraan yang merata masih jauh dari harapan. Harapan masyarakat hanyalah pada BUMN yang keuntungannya akan dikembalikan kepada negara.

Kebutuhan akan posisi direktur yang profesional dan handal sudah menjadi syarat mutlak bagi sebuah perusahaan. Mengapa harus direktur WNA sedangkan direktur profesional dan handal dari anak negeri ini tersedia. Berapa banyak anak negeri lulus studi bisnis dan manajemen disekolah terbaik. Apakah benar kita tidak mampu lagi mengurus kekayaan sendiri? Mungkin saja ini terjadi kelak, ketika Masyarakat Ekonomi Asean dimulai. Apakah ketakutan masa silam kembali bersemi?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline