Kendati diklaim lebih rendah risiko dibanding rokok konvensional, nyatanya kehadiran tembakau alternatif masih banyak menuai perdebatan. Sudah banyak artikel serta pemberitaan mengenai tembakau alternatif, namun informasi yang diterima oleh masyarakat masih sangat minim.
Padahal, tembakau alternatif, salah satunya produk tembakau yang dipanaskan, sangat membantu perokok aktif dewasa untuk mengurangi, bahkan berhenti merokok. Kurangnya edukasi mengenai produk tembakau alternatif mengundang keprihatinan Ketua Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (MASINDO) Dimas Syailendra Ranadireksa.
Menurutnya, kampanye negatif terhadap produk tembakau alternatif di Indonesia perlu ditekan dengan menghadirkan informasi yang akurat dan kredibel. "Apabila terus dibiarkan, maka permasalahan kesehatan publik akan semakin meningkat," ujar Dimas.
Kampanye negatif mengenai tembakau alternatif ini jika terus menerus tersebar, akan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa tembakau alternatif memiliki risiko yang sama atau bahkan lebih berisiko daripada rokok. Padahal kampanye negatif ini berbanding terbalik dengan fakta yang sebenarnya.
Lebih lanjut Dimas mengatakan, munculnya kampanye negatif mengenai produk tembakau alternatif memberikan dampak yang cukup mencolok, seperti mulai meningkatnya angka penjualan rokok di Amerika Serikat pada 2020 lalu.
Dari data Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat, penjualan rokok mencapai 203,7 miliar batang pada tahun 2020. Angka ini meningkat 0,8 miliar batang dibandingkan tahun 2019. Ini merupakan peningkatan pertama dalam penjualan rokok dalam waktu 20 tahun terakhir.
Selain banyaknya informasi tidak benar, produk tembakau alternatif juga menemui sejumlah ganjalan lain, diantaranya pengenaan pajak yang tinggi, pembatasan, hingga larangan penggunaannya yang bertujuan agar mencegah masyarakat untuk beralih menggunakan tembakau alternatif.
Menurut Bates American Lung Association, dan American Thoracic Society, meluasnya mispersepsi ini merupakan sebuah keadaan yang memang sengaja tercipta dan diinginkan oleh pihak-pihak tertentu.
Dengan kejadian ini pemerintah diharapkan dapat mendorong kajian ilmiah yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari kementerian dan lembaga, akademisi, praktisi kesehatan, pelaku usaha, hingga konsumen.
Maka dari itu, diharuskan adanya edukasi yang jelas kepada masyarakat agar tidak ada kekeliruan mengenai tembakau alternatif. Masyarakat harus diberikan edukasi yang semakin intens agar percaya dan yakin akan kajian ilmiah bahwa produk tembakau alternatif betul-betul memiliki risiko yang lebih rendah hingga 95 persen dibandingkan rokok.
"Tembakau alternatif memiliki manfaat besar demi mendorong perbaikan kesehatan publik. Pemerintah juga harus aktif dalam menekan kampanye negatif terhadap produk tembakau alternatif dengan menggandeng dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait, demi terciptanya peralihan perokok dewasa ke produk yang lebih rendah risiko ini," tegas Dimas Syailendra.(*)