Lihat ke Halaman Asli

Indra Rahadian

TERVERIFIKASI

Pegawai Swasta

Cerpen: Hujan Semalam

Diperbarui: 29 Juni 2021   22:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi sepasang kekasih di bawah hujan (Foto: Free-Photos Via Pixabay)

MARTINA menopang dagu dan menatap lurus pada sebuah handphone yang tak berhenti bergetar di atas meja. Panggilan tak ingin dijawab. Lalu iapun mengambil, mencopot baterai dan menaruhnya ke dalam tas mungil. 

Setelah menuntaskan secangkir latte sampai tak bersisa, ia beranjak pergi. Barista berterima kasih dan memandang menahan senyum. Martina tak sadar, ada bekas latte yang masih menempel di atas bibir. Raut wajahnya ditekuk. Ia berjalan terburu-buru. 

"Taksi!" 

Derai gerimis menyambut di selasar cafe. Martina menyeret langkahnya lebih cepat. Menembus untaian gerimis tergesa-gesa. Menahan air mata yang tak sudi keluar dari sepasang mata indahnya. 

Di dalam taksi, Martina mengambil tisu dari dalam tas, menghapus noda bekas latte dari bibirnya. Ia melihat raut wajahnya sendiri dari kaca spion dalam. Dalam hati berkata, "tidak! aku tidak akan menangis untukmu, Romeo!"

Hujan kian deras, tumpah bersama tangis Martina di dalam kabin. Taksi meluncur membelah tirai kelabu di Sabtu sore yang beku. 

"Hei, jangan bengong!"

Romeo dikejutkan Wak Burhan pemilik kedai kopi. Ia terkesiap, dan hampir menumpahkan kopi hitam di atas meja. Ribuan pertanyaan masih tertahan di dalam dada. 

"Ini namanya berkontemplasi, Wak,"

Mengambil duduk di depan Romeo, Wak Burhan menatap anak muda itu dengan seksama. Tak biasa ia termenung sendiri di kedai. 

"Sok intelek, boleh tahan! ini pasti karena perempuan?" 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline