TEPAT pukul dua belas malam. Franky belum dapat memejamkan mata. Ia gelisah di atas ranjang, di dalam kamar gelap gulita. Pikiran tak tenang, hati terasa bimbang. Sekujur tubuh tak nyaman. Bantal guling di tekuk ke kiri dan kanan. Makin tak tahan, ia beranjak bangkit dan berjalan ke arah jendela.
"Aku harus lari, aku harus sembunyi!"
Segaris sinar menusuk, menembus kaca jendela. Terdengar bunyi letusan pistol, memecah kesunyian malam. Franky tumbang, dengan sebuah lubang di kepala.
Darah mengalir di lantai kamar. Pecahan kaca berhamburan, memantulkan sinar rembulan berwarna kemerahan. Berserakan di antara tubuh dingin Franky. Dan matanya, masih belum dapat terpejam.
"Pembunuhan terjadi di wilayah Jati Asih. Korban berinisial FK, dinyatakan tewas dengan luka tembak di bagian kepala."
Dari kedai kopi, Jack menatap tajam pada layar televisi di sudut meja kasir. Dalam keramaian, Ia berusaha mendengar jelas berita yang baru saja di tayangkan.
Jack bergegas membayar kopi dan beranjak pergi. Tampak secangkir kopi yang masih utuh di meja. Pelayan kedai, sampai heran dengan gelagat Jack. "Wah, tak biasanya ia pergi terburu-buru."
"Kalian ceroboh! Kalian gagal!" teriak Jack di dalam ruangan.
Lima orang lelaki berbadan tegap, menatap Jack dengan wajah tegang. Hari itu, mereka mendadak dikumpulkan di ruang rapat kantor Polisi wilayah Jati Asih. Dua orang propam menanti di luar ruangan. Suasana bertambah tegang, kala Jack mengeluarkan pistol dari balik jaket.
"Letakkan semua pistol dan amunisi kalian di atas meja!" perintah Jack.
"Amir, hitung jumlah peluru masing-masing anggota," Jack menatap pada Amir dan meletakan pistolnya di meja.