Lihat ke Halaman Asli

Indra Rahadian

TERVERIFIKASI

Pegawai Swasta

Cerpen: Curahan Hati Mono

Diperbarui: 1 Mei 2021   12:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Curahan Hati Mono (Foto: SJJP Via Pixabay)

"Tak ada yang mustahil di dunia ini, semua hanya perkara usaha dan waktu."

Kata-kata mutiara itu, cukup membuatku bersemangat. Terlebih, menjelang acara keluarga di hari besar. Ragam pertanyaan klasik pasti akan terlontar. Misalkan, hari raya Idul Fitri dilaksanakan virtual. Tetap saja, pertanyaan-pertanyaan seputar jodoh akan bertebaran. Semoga saja, aku sempat menekan tombol mute. 

Kata orang, jodoh tak akan lari dikejar. Nah, aku terbiasa dikejar-kejar perempuan. Meski sekedar ditagih uang kost bulanan. Tapi sayang, Nyonya pemilik kost telah bersuami. Dia selalu bilang, "Dik Mono sih, lahirnya telat," gombalan maut untukku yang sering telat bayar. 

Teman-teman bilang, aku mengalami trauma percintaan. Duh, mereka terlanjur hafal perihal kisah cintaku di masa lalu. Ditinggal nikah Lidya, pas lagi sayang-sayangnya. Dan sejak saat itu "label" jomlo melekat pada diriku. 

Ada yang bilang jika jodohku belum lahir. Katanya, kakek-kakek saja bisa dapat gadis belia. Yang paling sadis, kalau ada yang bilang, jodohku sudah diambil orang. Lebih gila, sudah dipanggil yang Mahakuasa. 

Kupikir, "Mahakuasa" itu istilah untuk orang yang punya duit banyak. Berbulan-bulan aku lembur untuk mendapat uang tambahan. Beli motor baru atau mobil sekalian. Tiba aku sedikit makmur. Ternyata, tak ada satupun perempuan yang benar-benar mencintaiku apa adanya. 

Pernah suatu ketika, kuajak nikah perempuan yang cukup dekat denganku. Maklum, di umur kepala tiga cukup riskan untuk sekedar pacaran. Rata-rata, jawaban mereka sama. "Maaf, kamu terlalu baik." Masa iya, aku mesti jadi orang jahat agar bisa jadi suaminya. 

"Mono, Si Calvin mau nikah. Undangan lihat Wa. Jangan telat, acaranya cuma dua jam," suara Kiki temanku, terdengar dari pesan suara. 

"Iye!" kubalas dengan rekaman suara juga. 

Kiki satu-satunya teman yang selalu memberi kabar dan kegiatan terbaru alumni sekolah kami. Karena, aku sejak lama keluar dari grup manapun di media sosial apapun. 

Satu persatu teman menikah, kadang yang lebih berisik adalah teman-teman yang senasib denganku. Bedanya, mereka punya pacar dan aku tidak. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline