LIMA menit lagi waktu berbuka puasa. Ian menatap resah pada jam dinding. Semilir angin di teras Mushola, membuat Ian kian tak sabar. Ia ingin menyantap semangkuk kolak pisang secepatnya. Bunyi perut Ian, terdengar semakin lirih.
Tepat pukul 18:00, Ian mengambil segelas air putih. Do'a berbuka puasa dilantunkan. Namun, Ian terlihat bingung memilih takjil. Ternyata, kolak pisang telah disambar Ustaz Ilham.
Tak lama, Ustaz Ilham meminta Ian untuk mengumandangkan adzan. Tak ayal, Ian mengamankan beberapa takjil pilihan ke balik mimbar.
Rumah ibadah terlihat sepi di tahun ini. Jika sebelum pandemi, dua sampai tiga shaf terisi penuh. Kini, hanya ada lima sampai enam jama'ah yang shalat di Mushola.
Kumandang adzan magrib menggema di hari ke tiga puasa ramadhan. Di bulan ini, suara muazin lebih merdu di waktu Maghrib.
Ramai pembeli di lapak pedagang takjil, lebih terasa daripada di Mushola Al-Hikmah. Shalat tarawih pun digelar di masjid terdekat. Berhubung masih pandemi, dua tahun sudah mushola tidak menggelar shalat tarawih.
"Saya kangen suasana Ramadhan jaman dulu, Pak Ustad," keluh Ian.
"Terakhir ada tarawih di sini. Anak-anak kecil kamu bikin nangis, loh. Sendal jepit mereka dibikin kriting, terus disambung-sambung diiket di pohon," ucap Ustaz Ilham.
"Habisnya, orang mah shalat. Eh, mereka pada becanda, bikin keki aja," sahut Ian.
"Kamu kangen karena mushola sepi. Rejeki lebaran berkurang ya?" canda Ustaz Ilham.