BERITA tentang anak-anak pengungsi yang dilindas kendaraan roda dua, viral di seluruh media sosial. Tagar kutukan dan sentimen rasis terhadap pengendara sepeda motor, sesak mengisi lini masa.
Politikus menyambut kemarahan netizen dengan cerdik. Menghantam lawan politik dan pemerintah dengan narasi agama, kemanusiaan dan rasial. Bahan baik memulai huru-hara. Memancing di air keruh.
Meskipun dalam hitungan jam telah ada klarifikasi bahwa berita tersebut hoaks. Lebih banyak masyarakat yang terlanjur percaya dan pantang mengakui khilaf.
"Done, D. Good."
Rekaman suara dari earphone terdengar. Doni bergumam, "as my pleasure" seraya melepaskan headset dari kuping.
Doni, menelan secangkir espreso di cafe ternama. Hari itu, ia baru saja check out dari hotel bintang lima. Konten hoaks buatan semalam, tak butuh waktu lama untuk trending. Transfer dana dari klien, ia bagi segera pada ratusan support yang dipakai.
Ratusan konten hoaks, telah dituntaskan. Dan ribuan konten, menanti dieksekusi. Musim panen sepanjang tahun. Tahun politik tak pernah berakhir, ia masih sibuk. Bahkan setelah presiden dua kali dilantik, intrik berupa hoaks masih ramai dipesan.
Menciptakan air keruh untuk para spekulan politik. Cukup lama ia kerjakan. Genap lima belas tahun lalu. Iseng-iseng stalking mantan, akhirnya terjebak dalam jejaring digital.
Entah, apa nama yang cocok untuk jenis pekerjaan Doni. Hacker, Buzzer, Hacktivis, Konten Creator Politik, Ghost Writer Hoaks.
Peluang apapun akan diambil asalkan tidak menjauhkan dirinya dengan monitor dan jejaring internet. Klien bisa dari mana saja. Kepentingan apa saja, dan bangsa manapun akan ia layani dengan satu syarat. Nominal uang yang banyak.
Doni meninggalkan uang tip untuk pelayan wanita di cafe. Mencoret tagihan bon dengan spidol warna ungu. Love. Ia merasa pelayan itu mirip dengan mantannya.