Lihat ke Halaman Asli

Indra Rahadian

TERVERIFIKASI

Pegawai Swasta

Saranghae, Oedipus Guido

Diperbarui: 14 November 2020   07:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi by Pixabay

PAGI itu aku hanya berdiri di pojokan kantin, menatap dingin pada deretan jendela kelas yang riuh oleh canda tawa teman-teman.

Bibirku masih menempel pada sedotan plastik, banana milk ditangan ini sudah satu jam menemaniku, menunggumu hai dentang bell sekolah.

Pelajaran matematika, bagiku tak beda jauh dengan mengigit sekeping paqui di terik siang, di mana ketegangan akan melanda dari lidah, urat-urat kepala mengeras hingga jantung berdebar kencang dan berakhir pada perut yang mendadak mules.

"Ah males beud," bunyi teman sebangku yang bergumam, seolah-olah hanya dirinya yang tersiksa karena lupa mengerjakan PR matematika.

Fira namanya, anak manja tanggung yang sudah dari kelas nol besar taman kanak-kanak betah menjadi teman sebangku, sekelas dan satu sekolahku.

Dan jika bukan karena mamahnya yang guru bahasa Inggris di sekolah ini, mungkin aku tak akan pernah memakai seragam putih biru dan belajar di sekolah dengan status negeri.

"Tedjo, Jo..sini liat," ujarnya sambil menarik-narik lengan bajuku.

"Kerjain sendiri ah, rusuh," keluhku yang tak mau diganggu.

Bell masuk kelas kurang dari 5 menit dan sesuai pesan ayahku, bahwa kita harus bisa memanfaatkan peluang sekecil apapun untuk dapat mencapai tujuan. 

Dan tujuanku sekarang adalah menghindari hukuman karena belum mengerjakan PR matematika.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline