Syahdan di tepi kampung dibatas perkebunan sawit, terdapat sebatang pohon beringin yang sudah berusia sangat tua, akar-akarnya menjalar sangat panjang lagi besar, daunnya rimbun ditopang dahan-dahan yang cukup besar.
Namun sungguh sayang, beberapa bagian pohon beringin tua sudah habis dimakan rayap.
Seiring matahari terbit yang kian naik diatas kepala, kabut asap perlahan-lahan menghilang dari pandangan, sejauh mata memandang terhampar perkebunan sawit nan luas membentang.
Siang itu, ditepi kampung asri dibatas perkebunan, pohon beringin tua tak henti-hentinya bergoyang seperti tengah merasa geli, membuat Bue si burung hantu yang bersarang diatas pohon beringin tua terbangun dari tidurnya.
"Aduh..geli..geli," ujar beringin tua yang merasa kegelian.
"Ada apa hai beringin tua," Bue si burung hantu bertanya penasaran.
Sambil menahan geli, pohon beringin tua pun menjawab, "burung-burung kecil itu mematuk-matuk pada dahanku, Bue."
Bue menutup kembali matanya, seraya berkata, "mereka sedang makan ulat-ulat yang ada dahanmu, tak perlu resah karena itu untuk kebaikanmu juga hai beringin tua."
"Oh benarkah itu, baiklah Bue." Ucap beringin tua yang merasa tenang dengan jawaban Bue.
Beringin tua sangat nyaman mendengarkan apapun yang disampaikan oleh Bue si burung hantu, kata-kata bijak dan sikap tenangnya sudah menemani pohon beringin tua selama bertahun-tahun.