Lihat ke Halaman Asli

Sudahkah Semen Beku Kita Terstandar?

Diperbarui: 13 November 2019   13:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Semen beku merupakan komoditi yang potensial di bidang peternakan indonesia.Potensi kebutuhan semen beku dilapangan masih sangat potensial untuk terus meningkat seiring meningkatnya populasi ternak dan pelaksnaan inseminasi buatan pada ternak. Peredaran semen beku di Indonesia di rajai oleh dua produsen besar dengan skala nasional dan satu produsen yang berskala regional. Produsen semen beku yang berskala nasional adalah BBIB Singosari dan BIB lembang dan yang berskala regional adalah BIBD ungaran. BBIB Singosari dan BIB Lembang merupakan UPT yang berada dibawah naungan Dirjen Peternakan dan Kesehatan hewan kementerian pertanian, sedangkan BIBD Ungaran merupakan UPT dibawah naungan Pemerintah Provinsi Jawa tengah. Dari ketiga intansi tersebut semen beku yang siap di inseminasikan diedarkan ke seluruh Indonesia.

Standarisasi semen beku yang diperbolehkan diedarkan secara nasional telah diatur di Standar Nasional Indonesia (SNI) semen beku baik sapi, kerbau ataupun kambing. Peredaran semen beku pun juga telah diatur oleh kementerian pertanian lewat Peraturan Menteri Pertanian nomor 10 tahun 2016. Ditambah lagi dalam hal pengawasan juga ada LSPro semen beku sebagai lembaga sertifikasi produk. Akan tetapi bagaimana implementasi dari regulasi yang telah ada tersebut?, itu yang harus kita cermati. Dalam Permentan no 10 tahun 2016 telah ditetapkan standar produsen yang diperbolehkan untuk memproduksi semen beku. Setiap produsen harus menerapkan ISO 9001 dan ISO 17025 sebagai jaminan mutu dari produk yang dihasilkan.

Seyogyanya penerapan standar tersebut sudah mencukupi untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan sudah terstandar, tapi kenyataannya produk yang dihasilkan mempunyai kualitas yang berbeda. Ini dapat dilihat jika kita membandingkan produk dari masing-masing produsen yang mempunyai spesifikasi dan kualitas yang berbeda. Demikian juga laboratorium pengujiannya. Dari ketiga laboratorium diatas telah menerapkan ISO 17025, akan tetapi dari ketiga laboratorium ini tidak ada yang mengevaluasi kinerjanya. ketiadaan evaluasi kinerja laboratorium tersebut akhirnya dapat mengurangi ke-valid-an hasil uji yang dihasilkan. Jika validasinya tidak dapat dipastikan apakah produk yang dihasilkan juga dapat dikatakan terstandar?.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline