Hari Sabtu Pagi yang cerah. Saya bersama teman teman saya sudah nongkrong manis sambil mengunyah gorengan di peron Stasiun Tanah Abang menunggu kedatangan Kereta KA Rangkas Jaya. Hari ini saya bersama teman teman saya akan berpetualang ke sebuah perkampungan Suku Baduy yang terkenal anti modernisasi. Penasaran sekali seperti apa suasana disana.
Menempuh 2 Jam perjalanan kami sudah tiba di Stasiun Rangkas Bitung. Dari Stasiun Rangkas Bitung kami meneruskan perjalanan sekitar 1.5 Jam lagi dengan angkutan umum menuju Ciboleger yang merupakan perkampungan terluar dari Suku Baduy. Sebuah perjalanan yang melelahkan sekali karena hampir 70% jalanan yang kami lalui dalam keadaan rusak parah. Rasanya perut saya teraduk aduk hebat dan ingin mengeluarkan gorengan yang saya makan 3 Jam yang lalu.
Desa Ciboleger
Tampak patung keluarga petani yang merupakan icon dari Ciboleger. Walau sudah lumutan tapi masih bisa terbaca SELAMAT DATANG DI CIBOLEGER. Setiba di Ciboleger kami istirahat sejenak, ngisi perut di warung makan sangat sederhana dan membeli logistik berupa Ikan asin dan Mie Instant untuk di makan bersama di dalam perkampungan. Setelah Sholat Dzuhur, kami meneruskan perjalanan kami. Sebelumnya kami sempat membeli tongkat dari kayu yang dijual oleh anak anak setempat seharga 5000 Rupiah untuk membantu perjalanan kami.
Untuk masuk ke Perkampungan SUku Baduy kita wajib lapor kepada Kepala Suku yang disebut JARO. Kita wajib registrasi dan membayar retribusi seikhlasnya. Ketika itu kami membayar 50.000 Rupiah untuk sekitar 12 orang. Setelah urusan administrasi selesai, kami melanjutkan perjalanan kami.
Yang membedakannya Suku Baduy Luar dengan Suku Baduy Dalam adalah pakaian nya yang serba berwarna hitam dari ikat kepala, baju dan kain bawahan. Sedangkan Suku Baduy Dalam memakai yang berwarna putih. Tidak begitu sulit tracking menuju Baduy Luar, sebagian sudah berupa batu batu kali yang lumayan tertata. Tapi bagi saya yang berbobot tubuh 105Kg lumayan menguras tenaga. Dan ini belum seberapa dibandingkan medan jalan menuju Baduy Dalam. Wow saya cukup merinding, mampu kah saya..?
Perjalanan Menuju Baduy Dalam
Dugaan saya ternyata tepat. Perjalanan ini sangat amat berat bagi saya. Selain faktor jaraknya yang memang jauh, ditambah lagi medan jalan yang naik turun berbukit bukit dan licin karena habis diguyur hujan. Kalau bukan semangat dari teman teman saya, saya kurang yakin masih bisa bertahan atau tidak disini. Tenaga saya benar-benar terkuras habis.
Waktu menunjukkan Pukul 8 Malam. Sampai di satu titik saya benar-benar hampir menyerah tidak sanggup lagi melanjutkan perjalanan ini. Sampai saya mengumpat dalam hati dan mencaci diri sendiri bodoh sekali mau diajak jalan kesini. Tapi posisi kita lagi di tengah rutan rimba yang gelap pekat. Sakit gelapnya tidak ada beda nya antara buka dan tutup mata. Lumayan bikin merinding. Dari pada saya melihat yang aneh-aneh terpaksa dengan tertatih saya melanjutkan perjalanan. Hingga akhirnya saya tiba di gubuk warga Suku Baduy yang kami sewa untuk bermalam. Sukses saya tepar dengan baju yang masih basah kuyup karena keringat dan hujan. Sangat melelahkan sekali.
Besoknya kita main di Sungai, mandi disungai, basah-basahan seru. Lalu dilanjutkan packing dan persiapan TRACKING lagi menuju Ciboleger. Ahh mendadak saya jadi lupa ingatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H