Rabu, 17 Oktober 2018, saya berkesempatan untuk mengikuti Kompasiana Nangkring dengan tajuk Energi untuk Sulawesi Tengah bersama Pertamina. Ini menjadi acara pertama Kompasiana yang saya ikuti semenjak bergabung 2011 lalu.
Di acara yang berlangsung di Crematology Coffee Roaster, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan ini, saya begitu banyak mendapat informasi seputar kerja rekan-rekan di Pertamina saat bencana gempa dan tsunami mengguncang Palu, Donggala, dan dan sekitarnya pada akhir September lalu.
Pertamina yang diwakili oleh Arya Dwi Paramita selaku External Communication Manager Pertamina memaparkan dengan detail bagaimana usaha Pertamina menyalurkan BBM di kondisi usai bencana yang memakan korban jiwa ribuan orang tersebut.
Pihak Pertamina menurut Arya sudah sejak 30 September 2018 atau H+2 setelah bencana terjadi langsung bergerak cepat dengan mengaktifkan terminal BBM di pelabuhan Donggala yang kondisinya hancur lebur akibat diterjang gempa dan tsunami. Bukan itu saja, kondisi terminal BBM itu diaktifkan di kondisi mayoritas pegawai masih banyak yang belum ditemukan.
Kondisi yang tidak semua masyarakat umum mengetahuinya. Sadar bahwa BBM jadi energi yang sangat dibutuhkan pasca gempa dan tsunami ini pihak Pertamina mengesampingkan kondisi internal anggotanya yang juga jadi korban demi mengutamakan kepentingan yang lebih besar.
Sebelum terminal BBM di Donggala dioperasikan, pihak Pertamina Pusat sendiri saat gempa terjadi langsung membuat tim crisis center. Tim ini juga yang kemudian pada 29 September 2018 memberangkatkan 2 tim Pertamina Peduli lewat jalur laut dan darat.
Tim dari jalur laut diberangkatkan menggunakan Kapal TNI KRI Makasar dengan membawa 7 relawan serta bantuan logistik. Sedangkan jalur darat membawa 8 relawan juga dengan bantuan logistik. Tidak hanya pegawai di level bawah, pihak Pertamina menurut Arya juga memberangkatkan 3 direktur mereka ke Palu, Donggala, dan sekitarnya untuk bisa memantau perkembangan penyaluran BBM di sana.
Dari pemaparan Arya, saya begitu tertarik dengan penjelasannya mengenai penggunaan pesawat kecil bernama Air Tractor yang digunakan Pertamina untuk menyalurkan solar sebanyak 4000 liter pada 01 Oktober 2018. Pilihan untuk menggunakan jenis pesawat ini diambil Pertamina dengan melihat fakta di lapangan.
"SPBU di Palu ada 17, 2 diantarnya hancur. Di Donggala ada 4 SPBU, kondisi jalan menuju ke sana cukup parah. Aspal di jalan terangkat, menyerupai tembok yang bisa membahayakan truk pengangkut BBM untuk menyalurkan ke SPBU. Belum lagi kondisi longsoran tanah yang juga jadi kendala," kata Arya.
Apa itu Air Tractor dan apa fungsinya selama ini untuk Pertamina ?
Dikutip dari airtractor.com, pesawat ini merupakan buatan Amerika Serikat. Pesawat ini sudah mulai diproduksi sejak 1978 di Olney, Texas. Model pertama pesawat ini ialah S-2B yang rancang oleh perusahaan dirgantara bernama Snow Aeronautical. Model pertama pesawat ini dikhususkan untuk membantu industri pertanian.