Lihat ke Halaman Asli

Galih Prasetyo

TERVERIFIKASI

pembaca

Terus Menyudutkan Suporter Tak Akan Jadi Solusi Hentikan Kekerasan

Diperbarui: 27 September 2018   03:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suporter Indonesia | indosport.com

Artikel berjudul Surat Terbuka untuk Pendukung Persib Bandung yang ditulis oleh Boris Toka Pelawi mengusik saya. Pendapat saya, artikel itu tidak menyehatkan di tengah kondisi berkabung sepakbola nasional dan di situasi semua pihak mencari solusi penyelesaian.

Saya paham bagaimana mas Boris sudah muak dengan tingkah laku para suporter yang acapkali membuat ibu Bumi tersiram darah manusia, siapa juga yang tidak muak dengan kondisi miris ini. Namun saya pribadi merasa bahwa menyudutkan mereka para suporter bukan jadi hal positif jika kita semua ingin mata rantai kekerasan ini berakhir.

Pertama, saya ingin sedikit mengoreksi soal larangan bagi Jakmania untuk datang ke GBLA di akhir pekan lalu, itu memang sudah jadi langkah antisipasi dari pihak keamanan untuk mencegah tragedi seperti itu. Namun saya sepakat bukan berarti larangan itu kemudian menjadi pembenaran bagi para pelaku membunuh Harilangga.

Kedua, saya juga mengoreksi soal perumpaan mas Boris soal Persib bukan Barcelona, Persija bukan Real Madrid, saat kedua kelompok ini bertemu tetap damai-damai saja di Spanyol. Sepengetahuan saya, laga keduanya juga tak jauh dari potensi konflik antar suporter. Coba saja tengok aksi suporter Real Madrid bernama Ultra Sur, presiden Real Madrid Flo Perez sampai dibuat geleng-geleng kepala karena aksi mereka.

"Mereka menggunakan pisau, tongkat baseball... Orang-orang baru berpikir bahwa para pemimpin (generasi pendukung Madrid) tua sedang menghasilkan uang dari Ultras Sur. Setelah sengketa ini, Ultras Sur berada di bawah kendali dan menjadi lebih ganas," kata salah satu suporter Real Madrid.

Tapi memang konflik antar kedua suporter ini jarang terjadi karena memang ada aturan yang sinergis antara pengelola La Liga, klub, dan kepolisian. Hampir sama dengan Inggris, di Spanyol ada aturan 'bubble match'-- Tirto.id membahas soal aturan ini secara lengkap.

Ketiga soal argumen mas Boris yang tidak sepakat kalau para bobotoh yang membunuh tersebut disebut oknum. Faktanya hampir di semua kalangan suporter melakukan itu, tidak hanya bobotoh. Mengapa itu disuarakan? Karena memang faktanya para pelaku yang melanggar hukum ini, mayoritas ialah mereka yang tidak masuk ke dalam sistem kelembagaan suporter.

Untuk kasus pembunuhan suporter Persita Tangerang, Banu Rusman misalnya, dugaannya ialah orang berambut cepak yang identik dengan aparat keamanan, lantas apakah kelompok PSMS Medan mau para pelaku itu disebut sebagai bagian dari mereka? Jangankan mau disebut oknum, PSSI pun lewat sang ketum saat di acara Mata Najwa berkelit lidah untuk kasus ini.

Selain itu, permasalahan suporter ini tak bisa diselesaikan dengan menyudutkan pihak suporter semata. Akar masalah dari permasalahan suporter ini harus diurai satu demi satu dgn pikiran tak menghakimi namun memberi solusi konkrit -- bukan solusi soal sanksi, denda dsb --

Bagi saya solusi konkrit bukan hanya peran pemerintah, PSSI, atau suporter itu sendiri tapi kita sebagai masyarakat Indonesia. Jika membiarkan suporter menyelesaikan masalah ini sendiri, itu sama saja kita membuat sekat baru untuk mereka, kondisi ini yang makin menyudutkan suporter.

Menyudutkan kelompok suporter bukan jadi jalan keluar untuk menyelesaikan ini semua. Mereka memiliki pola pikir yang sebenarnya sama dengan kita yang bukan suporter. Kesamaan pola pikir itu yang sebenarnya abai untuk dipertemukan, baik oleh PSSI sebagai pengurus sepakbola negeri ini, juga dari kita sebagai masyarakat yang sangat apriori dengan banyak hal positif dari para suporter.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline