Lihat ke Halaman Asli

(47) Pendidikan Indonesia, Ketinggalan 2000 Tahun? Republikasi Pendidikan, Menuju 2045 (Bagian 19.2)

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Lanjutan dari :

http://edukasi.kompasiana.com/2014/11/10/46-pendidikan-indonesia-ketinggalan-1000-tahun-republikasi-pendidikan-menuju-2045-bagian-191-685623.html

TUJUAN PENDIDIKAN ADALAH “BERPENDIDIKAN”

Kebijakan pendidikan Indonesia seperti kurikulum sebelum ini, dalam pandangan saya adalah kebijakan yang tanpa perencanaan. Managemen pendidikan Indonesia hanya bertolak dari tuntutan psikologi politik, haruslah anak Indonesia itu bersekolah. Dan dari institusi itu sendiri bersandar pada tuntutan psikologi dagang, yaitu pendapatan menunjukkan jumlah.

Di pihak pemerintah, janji cuma sekedar janji. Realitas BOS dan sejenisnya mustinya bikin anakdidik lebih terdidik, guru dan orangtua lebih mendidik, namun sebaliknya yang terjadi, malahan anakdidik semakin dibebani untuk menunjang maintenance gedung, biaya keperluan sekolah, dan lain sebagainya. Program pemerintah untuk melancarkan operasional sekolah melalui BOS dan sejenisnya hanya ibarat melempar sekarung garam ke lautan luas. Hasil fakta sia-sia, hasil politisnya pun hanya bagai angin menyapu lewat.

Managemen pendidikan Indonesia semakin jauh dari tujuan terutama yaitu menciptakan anakdidik Indonesia yang berpendidikan.

Kata “berpendidikan” adalah berpengertian kualitas yang seluas-luasnya; yaitu, anakdidik yang berkualitas dalam dayapikir, berkualitas dalam pengolahan pengetahuan, berkualitas dalam perencanaan tindakan, berkualitas dalam penerapan moral, dan berkualitas dalam penjiwaan ilmu.

Anakdidik yang berpendidikan akan memimpin Indonesia dalam segala bidang menuju kepada satu tujuan pendidikan itu didirikan yaitu kemajuan bangsa yang sejahtera.

Namun yang ditunjukkan dan disuguhkan kepada kehidupan Indonesia adalah tindakan-tindakan yang bukan saja jauh dari semangat memajukan bangsa, bahkan jauh dari pertujukan karakter orang berpendidikan, malahan yang ditunjukkan adalah kelakuan yang tidak berprinsip moral.

Masih dalam pendidikan maupun yang telah selesai dari pendidikan, hampir setara saja kualitas anakdidik, yaitu jauh dari tujuan mulia pendidikan itu didirikan. Managemen yang diterapkan bukan berdasarkanprinsip moral dan keberadaban, tetapi pada prinsip permodalan dan arogansi belaka.

Apakah segalanya itu tidak bisa dicegah terlebih dahulu?

APAKAH PENDIDIKAN INDONESIA TERTINGGAL?

Berpandang positif kedepan, faktanya Indonesia ketinggalan dari kemajuan Negara lain. Mungkin saja tidak butuh 1000 tahun lagi Indonesia barulah bisa mencapai pendidikan yang memproduksi anakdidik yang berpendidikan.

Namun dalam analisis positif pula, degradasi akibat ketertinggalan sejauh ini, akan menggandakan secara kwadrat ketertinggalan dalam setiap hitungan satu pangkat satu. Itu berarti Indonesia semakin bobrok pada tahun-tahun mendatang. Perkiraan ini adalah sama saja dengan membawa Indonesia kepada ketertinggalan 1000 tahun dari Negara lain yang berstandard beradab.

Masakah kita mau demikian?

PERTUMBUHAN EKONOMI PALSU

Pendidikan Indonesia harus berpikir maju, jangan berpikir loyo. Kemajuan ekonomi Indonesia sekarang ini cuma palsu. Jika tidak palsu, maka negeri sendiri mampu membiayai hidup sendiri.

Pendidikan Indonesia harus terbukti dengan menghasilkan ilmu yang membuat tanah mampu berproduksi yang produktif; yaitu panen-tanam-berkembang seterusnya tanpa mati. Sayangnya, hanya sedikit sekali individu anakdidik yang menekuni hal ini.

Sementara pendidikan Indonesia malah memberi bukti produksi yang unproduktif; yaitu tuntas-kering menghabiskan bumi terus sampai mati, dan celakanya dominan ini yang terjadi.

Dominasi hasil pendidikan Indonesia ini mau membawa negeri menuju kemana? Masakah mempelajari pengetahuan adalah untuk bagaimana cara mengkiamatkan negeri, bukannya mempelajari pengetahuan bagaimana cara untuk mensejahterakan negeri?

Coba hitung secara ilmu. Darimana seorang tamatan pendidikan tinggi yang jadi manager digaji Rp 20.000.000/bulan tanpa ia memproduksi “singkong”, sementara petani ladang hanya mampu menghasilkan Rp 350.000/bulan dari hasil keuntungan rata-rata penjualan singkong per tahun?

Jangan bilang itu karena ia sekolah tinggi maka jabatannya layak dipatok Rp 20.000.000/bulan. Juga jangan bilang, karena hasil singkong petani cuma mampu dijual Rp 200/kg, selebihnya tidak ada yang beli; maka pendapatan petani cuma mampu Rp 350.000/bulan.

(BERSAMBUNG KE : bagian 19.3)

Salam Indonesia Sejahtera

Tuhan memberkati Indonesia




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline