Lihat ke Halaman Asli

(48) Pendidikan Indonesia, Ketinggalan 2000 Tahun? Republikasi Pendidikan, Menuju 2045 (Bagian 19.3)

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Lanjutan dari :

http://edukasi.kompasiana.com/2014/11/11/47-pendidikan-indonesia-ketinggalan-2000-tahun-republikasi-pendidikan-menuju-2045-bagian-192-685821.html

TANTANGAN PENDIDKAN YANG BERPENDIDIKAN

Apakah pendidikan Indonesia tidak bisa mengefektifkan tanah dan air untuk menaikkan pendapatan petani dan nelayan? Bagaimanakah caranya agar rumput dan ranting bisa menjadi kertas yang berkualitas tinggi senilai 3,5 US$ /rim? Bagaimana caranya agar singkong dan ubi bisa menjadi tepung berkualitas yang berharga 1,25 US$/kg? Bagaimana caranya agar ikan bisa berharga stabil 1,25 US$/kg “sepanjang tahun”?

Mengapa pendidikan Indonesia tidak bisa membuat petani dan nelayan berpendapatan hingga Rp20.000.000/bulan? Bisakah setiap petani dituntun agar mampu memproduksitepung singkong, jagung, dan ubi berkualitas sejumlah 1700 kg/bulan, dan produksisetiap 1 m3 permukaan laut bisa menghasilkan ikan 5 kg setiap hari?

Kementerian pendidikan jangan dulu bilang tidak mungkin. Sebab, itu hanya jawaban berkilah karena tidak mau berpikir. Dasar utama dari sifat kemalasan. Jika berpikir, masakah tidak ada jalan keluar?

Pemerintah berkuasa melaksanakan kebijakan, masakah memproduksi barang berkualitas, mengumpulkan dan mendistribusikan barang produksi rakyat dengan cara yang benar, lalu memasarkan barang dengan harga yang benar; tidak bisa dilakukan oleh pemerintah?

Apa susah menyediakan jalan kepada petani dan nelayan untuk memproduksi barang hasil pertanian dan laut senilai Rp 20.000.000/bulan itu tidak bisa?

RADIKAL TOTAL MINIMUM EKONOMIK, RATOMINOMIK

Coba pendidikan Indonesia mencari, siapa yang membayar Rp 20.000.000/bulan itu?

Apakah pendidikan Indonesia mengerti bahwayang bayar si manager adalah 571 orang petani singkong Indonesia?

Dan karena nyatanya petani tidak mampu membayar gaji si manager, maka Negara yang harus membayarnya dengan membuat hutang Rp 20.000.000. Atau boleh juga dengan cara menukarkan Rp 20.000.000 itu dengan 0,67 ha tanah Indonesia kepada pembayar gaji si manager.

Jadi, bagaimana caranya Indonesia bisa membayar gaji si manager melalui si petani?

Janganlah lama pendidikan Indonesia membiarkan Indonesia mengarah kepada ratominomik, itu bencana ekonomi yang tidakbisa dibayar pulang oleh Negara.Ujung-ujungnya adalah NKRI tidak bisa dipertahankan.

PEMULIHAN MANAGEMEN PENDIDIKAN, REPUBLIKASI PENDIDIKAN

Janganlah kementerian pendidikan melempar tanggungjawab pendidikan kepada orangtua dan lingkungan. Justru karakter manusia itu terbentuk pada saat ia mendapat pendidikan di sekolah. Orangtua dan lingkungan mengikuti apa yang pendidikan hasilkan.

Dan kementerian pendidikan juga jangan rendah berpikir hina kepada rakyat miskin yang tidak sempat sekolah, sebab orang yang butahuruf terlebih banyak yang jadi manusia berkelakuan terdidik katimbang orang yang melek huruf. Walaupun tidak sekolah dan berpengetahuan cetek, tetapi moral tinggi; dan jauh lebih berguna lahir batin katimbang orang yang pernah “makan” bangku sekolahan.

Sementara pula, anakdidik yang “berpendidikan” akan meringankan beban orangtua dan mempengaruhi dominan lingkungan menjadi berkelakuan berpendidikan.Namun juga sebaliknya, kegagalan pendidikan menciptakan anakdidik yang “tidak berpendidikan”; justru akan menghasilkan lingkungan yang tidak berpendidikan pula; yang berakibat memperberat kehidupan orangtua dan keluarga.

Jika Pendidikan Indonesia berhasil menciptakan tokoh-tokoh yang “berpendidikan”, apakah ada peristiwa seperti yang ditontonkan kepada dunia itu?

TEMBOK KURUNGAN NAIF PIKIR

Pemulihan pendidikan sesegeranya adalah semestinya menjadi agenda terutama dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Kabinet Kerjanya. Pemulihan ini adalah demi NKRI yang sejahtera.

Kesatuan Negara bukan pada indikasi pertumbuhan ekonomi, melainkan pada bukti fakta dalam keseharian hidup Indonesia.

Bagaimana disebut Indonesia sejahtera, jika di setiap hari perbedaan demi perbedaan bahkan menyolok terpampang didepan mata namun tak ada kepedulian yang melintasi hati pendidikan Indonesia? Jangankan menemukan cara untuk memulihkan kehidupan rakyat, mencari jalannya saja sudah tidak bersemangat. Masakah pendidikan Indonesia telah berputusasa untuknya? Masakah kita adalah manusia yang berhati bebal karena tidak trenyuh melihat degradasi pendidikan Indonesia?

Di jalanraya kota besar yang macet penuh kendaraan mewah, namun tak ada yang perhatikan bahwa ditepi jalan ada orang setengah tua letih berjalan sambil memikul peralatan kerjanya sebagai tukang tambal panci dapur.

Bukan sensasi pula niat baik seorang ibu muda yang harus bekerja sebagai tukang tambal ban untuk menyokong kehidupan rumatangga, sementara saat yang sama begitu banyak ibu muda lainnya bersendagurau membelanjakan uang untuk barang yang sudah berlimpah di gudang?

Dengan menguatkan tenaga banyak ibu muda lainnya yang harus memikul bakul berisi botol jamu, menjaja dari pabrik ke pabrik; dimana sebagiannya diusir satpam pula sebagian orang lain melecehkannya;sementara banyak ibu muda lainnya menjaja diri dari satu kamar ke kamar lainnya, ada diantar suami dan anak, ada yang tanpa diketahui keluarga, sembari petakumpet dengan satpol kota yang menguber-uber tanpa tahu apa jalan keluar?

Apakah dapat dihitung semua jenis pekerjaan yang dilakukan rakyat jelata untuk memperpanjang hidup? Jika dihitung, apakah kementerian pendidikan mengetahui kemana arah ketidakseimbangan hidup itu ditujukan?Bukankah semuanya adalah untuk menopang kelanjutan kehidupan keluarga?

Ada salah dimana sistem pendidikan Indonesia sampai sekarang ini, sehingga keseimbangan kesejahteraan tidak pernah menjadi bagian dalam perjalanan kemerdekaan Indonesia? Apakah kementerian pendidikan Indonesia tidak berpikir untuk mencari jalan agar kesejahteraan boleh terbagi secara beradab yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia?

Itu sebabnya jangan bilang rakyat miskin itu hanya satuduaan orang, sedangkan yang naik mobil mewah ribu-ribuan. Jangan juga bilang bahwa cuma sedikit ibu-ibu yang jual jamu gendong, pula tidak seberapa ibu muda yang menjajakan diri, hanya sedikit orang yang nasibnya melarat. Jangan bilang juga, mana ada pengaruh kemiskinan rakyat atas pergerakan Negara, sebab buktinya mobil tambah banyak, mal tambah menjulang, apartemen, jalan tol, restoran, karaoke, kafe, dan segala-galanya. Semua tambah hebat di Indonesia.

Jangan bilang begitu.

Jangan pernah bilang rakyat yang bersusapayah ini menikmati keadaannya, sebab pendidikan Indonesia tidak tahu bahwa mereka bertarung sama kualitas dengan para pejuang yang memerdekakan negeri.

Jangan juga bilang rakyat miskin itu takdir atau nasib, sebab pendidikan Indonesia tidak sadar, bahwa rakyat telah berupaya semaksimalnya sesuai apa yang disediakan pemerintah negeri.

Betapa naïf cara berpikir kita ketika menyimpulkan pandangan atas kesenjangan kehidupan yang lebar dengan cara enteng sedemikian. Cara berpikir itu justru adalah bukti kegagalan pendidikan yang kita dapatkan, dan kita adalah satu dari banyak orang yang mengkreasi ratominomik. Tanpa sadar kita menukarkan negeri dengan investasi.

SOLUSI REPUBLIKASI PENDIDIKAN

Masih ada jalan untuk keluar dari ratominomik. Masih ada cara untuk menyelamatkan negeri Pertiwi. Ada solusi. Ini!

http://politik.kompasiana.com/2014/11/03/44-bikin-35-juta-usaha-baru-tamat-sekolah-bukan-harus-jadi-karyawan-tantangan-kementerian-pendidikan-2014-2019-bagian-18-684348.html

Saya selalu ingin agar banyak orang yang mau buka otak untuk dimanfaatkan bagi banyak orang. Tidak akan percuma jika otak digunakan untuk kebaikan Indonesia.

Seandainya otak hanya dimanfaatkan bagi diri sendiri, ya itu juga baik baginya sebagai manusia. Tak masalah. Tidak percuma juga memang otaknya digunakan untuk diri sendiri. Tokh tetaplah ada gunanya. Hanya saja ibarat keong, ada benteng yang dia bawa-bawa terus di punggungnya. Yaitu perlindungan bagi diri sendirinya saja. Ya saya cukup paham.

Nah bagi yang mau berguna bagi bangsa, mari tumbuhkan perkembangan bagi Pertiwi. Pasti akan bermanfaat. Jika belum bisa sekarang, ada waktunya pemikiran itu direalisasi. Intinya, jangan sembunyikan mutiara, muculkan saja, tidak ada yang peduli sekarang, besok ada yang akan melihatnya.

Mari majukan pendidikan Indonesia. Pastikan itu.

Salam Indonesia sejahtera

Tuhan memberkati Indonesia




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline