Lihat ke Halaman Asli

Aku Malu, Rusaknya Akhlak Manusia Masa Kini!

Diperbarui: 24 Juni 2015   15:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13648635312134176782

Peradaban manusia kini semakin terjerumus dalam krisis multi-dimensi yang sangat rumit dan kompleks. Perkembangan teknologi memang telah berhasil memajukan peradaban manusia. Namun, di balik gemerlapnya kehidupan duniawi ini, justru bermunculan beragam permasalahan kehidupan yang sulit dihadapi dan diselesaikan oleh umat manusia. Mulai dari perubahan cuaca yang ekstrim, gejolak krisis ekonomi dan moneter, perang dan kabar-kabar tentang perang, bencana kelaparan, bencana alam, sampai terjadinya krisis akhlak dan moral dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Kemajuan teknologi dan kekayaan materi ternyata bukanlah jaminan bagi manusia untuk meraih kebahagiaan hidup. Di Amerika Serikat – sebagai satu-satunya negara adidaya di dunia – justru sering terjadi kasus penembakan massal yang berujung pada tewasnya korban sipil yang tak berdosa, bahkan anak-anak.

Umumnya pelaku penembakan ialah orang-orang yang sedang mengalami krisis kejiwaan dan keimanan yang akut dalam hidupnya. Mereka adalah orang-orang yang tak mampu bertahan dari persaingan hidup yang semakin dahsyat. Mereka justru merasa terpinggirkan dan terasing dari kemajuan peradaban manusia masa kini. Tak heran, tragedi kemanusiaan ini seringkali berakhir dengan keputusan sang pelaku untuk melakukan bunuh diri.

Ya, bunuh diri kini seakan menjadi solusi terbaik bagi orang-orang yang frustasi dan berputus asa. Di Indonesia dan negara lainnya, kasus bunuh diri cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Padahal bunuh diri merupakan perbuatan yang dimurkai oleh Allah dan hanya menghasilkan kesengsaraan abadi bagi pelakunya.

Bunuh diri memang aksi terkutuk. Anggapan ini benar bagi mereka yang bermental baja dan punya keyakinan spiritual yang kuat. Tapi, bagaimanakah bagi orang yang rentan terkena depresi. Bunuh diri malah disukai sebagai cara untuk mengakhiri persoalan hidup. Celaka memang?

Meski dilarang dan dianggap merupakan tindakan dosa besar, bunuh diri di Indonesia ternyata cukup signifikan besarnya. Data badan organisasi kesehatan dunia (WHO) menyatakan, dalam setahun ada 50 ribu kasus bunuh diri di Indonesia. Dengan demikian, dalam satu hari rata-rata ada 138 orang yang nekat melakukan bunuh diri di negeri yang disebut indah bagai jamrud Katulistiwa ini.

Sedangkan untuk tingkat dunia, laporan WHO menyatakan sekitar satu juta orang di dunia bunuh diri setiap tahun. 200 ribu diantaranya dilakukan oleh orang Cina dan 187 ribu dilakukan oleh orang India.

Dalam peringkat bunuh diri dunia, Indonesia berada pada urutan sekitar nomor 47, berdampingan dengan Jerman dan Australia. Peringkat teratas dalam soal bunuh diri diduduki Korea Selatan.

Kita pasti bertanya, “Apa penyebab seseorang akhirnya memutuskan untuk bunuh diri?”

Atau kita bertanya, “Apa penyebab utama terjadinya krisis multi-dimensi ini?”

Beragam jawaban dapat dikemukakan. Sebab begitu banyak dan kompleks penyebab utama terjadinya kasus bunuh diri dan krisis multi-dimensi, sehingga sulit bagi kita untuk mengurai akar permasalahannya. Namun ungkapan Daisy Supriyitno berikut ini semoga bisa menjadi hikmah bagi kita.

Di saat manusia lebih mengedepankan emosinya daripada menggunakan akal pikirnya…

Di saat manusia lebih percaya kepada sesuatu yang tersurat daripada memahami yang tersirat…

Di saat manusia lebih mau mendengarkan teori manusia daripada membaca hikmah…

Di saat manusia lebih mengedepankan ego dan kebanggaan pada dirinya daripada kerendahan hati kepada Yang Menciptanya…

Di saat manusia lebih merasa sudah tahu banyak dan merasa benar daripada lebih merasa harus banyak belajar dan mengkaji diri…

Di situlah saatnya manusia akan bergelimang dalam perasaan ketidakpastian, kegelisahan, kegundahan, frustasi, kesepian, kegagalan, terhina, terpuruk, kehampaan, sesuatu terasa hilang, dan segala fenomena kehidupan manusia yang di zaman modern ini semakin mencuat ke permukaan dan jelas terlihat.

“Sesuatu yang hilang” dalam kehidupan umat manusia masa kini ialah kearifan. Hilangnya kearifan inilah yang menyebabkan manusia merasa mampu melakukan segala sesuatu. Mereka merasa tidak membutuhkan bantuan siapa pun. Mereka hanya memikirkan cara untuk memenuhi dan mewujudkan keinginan, kehendak dan impiannya. Mereka selalu berharap orang lain melakukan apa yang dikehendakinya. Tapi mereka tak pernah berpikir dan berkehendak untuk menghargai dan menghormati hak orang lain. Mereka bertindak atas dasar emosi, ego dan nafsunya. Bahkan dalam titik ekstrim, mereka menganggap peranan kuasa Allah tak dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Alhasil, semakin rusaklah akhlak dan moral mereka.

Kerusakan akhlak manusia pada zaman jahiliah modern ini lebih keji dibandingkan dengan jahiliah zaman rasulullah saw dan zaman sebelumnya. Kalau berbicara tentang kerusakan akhlak manusia zaman ini sungguh tiada habisnya. Hampir setiap saat kita mendengar dan menyaksikan beragam kemaksiatan dan kejahatan terjadi di sekitar kehidupan kita. Pencurian, perampokan, pembunuhan, perkosaan, bahkan pertikaian antar warga seringkali terjadi. Kaum remaja dan pemuda pun tak mau ketinggalan, kasus tawuran pelajar dan mahasiswa seakan membudaya, bahkan sampai menyebabkan korban jiwa.

Maraknya kasus tawuran pelajar kini telah menjadi keprihatinan tersendiri. Betapa tidak, berdasarkan data Komnas Perlindungan Anak, pada tahun 2010 telah terjadi 128 kasus tawuran pelajar. Pada tahun 2011 telah terjadi peningkatan kasus tawuran, yakni terjadi 339 kasus dengan 32 korban jiwa. Sedangkan selama Januari sampai dengan Juli 2012 telah terjadi 139 kasus dengan 16 korban jiwa.

Tawuran pelajar hanyalah sebagian potret kehidupan manusia masa kini yang semakin suka berbuat kekerasan dan kejahatan. Jika kita menyimak berita-berita, baik melalui media cetak maupun televisi, maka kita mengetahui hampir setiap hari terjadi pertikaian antar warga, bahkan sampai berujung pada pertumpahan darah. Tak jarang pertikaian itu hanya disebabkan oleh masalah-masalah sepele. Fenomena ini mencerminkan bahwa telah terjadi krisis akhlak dan moral dalam masyarakat kita.

Dewasa ini tidak dapat dimungkiri krisis akhlak telah melanda kita. Dari layar televisi maupun berita di koran kita dapat menyaksikan bahwa tindakan manusia di zaman jahiliah modern ini lebih keji dibandingkan dengan jahiliah di zaman Rasul. Pada zaman jahiliah seorang ayah membunuh anak perempuan karena malu. Tindakan membunuh anak perempuan tersebut banyak dikecam oleh Al-Qur’an maupun oleh orang-orang di zaman sekarang. Namun ironisnya, terjadi pula di negeri ini seorang yang membunuh anak perempuannya karena di telah menggaulinya dan kemudian hamil. Untuk menutupi akhlaknya yang bejat itu ia tega membunuh anak darah dagingnya itu.

Kalau berbicara deretan kerusakan moral dan akhlak sangatlah panjang. Tinggal nyalakan stasiun televisi, pilih program-program kriminal. Belum lagi kalau kita membeli koran kuning yang kalaulah bisa diperas barangkali akan keluar darah semua, sangat banyaknya berita pembunuhan dan perkosaan.

Muhammad Subarkah, Bunuh Diri Dikutuk tapi Disukai, Teraju, Republika, Jum’at, 1 Maret 2013, hlm 27.

Daisy Supriyitno, Sesuatu yang dahsyat itu bernama ILMU, Bintaro Jaya, Penerbit ISYA, Cetakan pertama: April 2006.

Prof. DR. K.H. Didin Hafidhuddin, Agar Layar Tetap Terkembang (Upaya Menyelamatkan Umat), Jakarta: Gema Insani, Cetakan Pertama, Ramadhan 1427 H / Oktober 2006 M, hlm 126.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline