Lihat ke Halaman Asli

Media dan Pemerintahan (Keindahan Lukisan Lumpur dari Lumpur Sidoarjo)

Diperbarui: 24 Juni 2015   16:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Keindahan Lukisan Lumpur dari Lumpur Sidoarjo

Lukisan adalah salah satu media visual yang mengandung makna yang tersirat di dalamnya. Di dalam lukisan mampu menggambarkan perasaan orang lain maupun si pelukis itu sendiri. Seperti keindahan lukisan Raden Saleh “Penyerahan Diri Diponegoro” yang menggambarkan bagaimana Pangeran Diponegoro berdiri dengan tegap namun ekspresi tegang saat Belanda mengepung dirinya di rumah dan lukisan karya Leonardo Da Vinci yang amat terkenal “Monalisa” yang mampu setiap orang yang menatapnya dapat terhipnotis. Hal tersebut dilakukan oleh salah satu pelukis Sidoarjo, Jawa Timur, yaitu Bapak Holis Satriawan yang pada tanggal 13 Februari 2013 sebagai salah satu aksi yang mampu memecahkan di rekor MURI (Museum Rekor Indonesia). Pastinya dalam benak kita bertanya-tanya mengapa beliau melakukan hal tersebut yang kurang lazim pada masyarakat? Apa yang menggerakkan beliau sehingga beliau melakukan hal tersebut? Satu alasan yang beliau lakukan ini adalah ingin menggambarkan kepedihan dan keprihatinan atas kejadian yang sangat merugikan bagi warga Sidoarjo terutama beberapa desa yang terkena semburan lumpur panas Lapindo Brantas.

Bagi orang awam kebanyakan, kegiatan yang dilakukan oleh Bapak Holis ini adalah hal yang aneh sebab beliau melukis menggunakan bahan dasar lukisannya adalah lumpur dimana biasanya lumpur lazim digunakan sebagai bahan membuat tanah liat untuk dijadikan berbagai bentuk kerajinan yang kita ketahui seperti kendi maupun teko. Keistimewaan dari lukisan beliau adalah beliau dituntut harus melukis dengan kanvas sebanyak 100 buah yang berukuran 100×100 cm dalam waktu 9 jam . Hal tersebut tentunya menjadi makna tersendiri bagaimana keunikan dan tuntutan untuk melakukan rekor tersebut. Ia menjelaskan lumpur Lapindo digunakan sebagai warna dasar dalam lukisan serta dipadu dengan cat warna lain. Maret mendatang keseratus lukisan tersebut akan dilelang dan hasilnya akan dipersembahkan untuk korban Lapindo dan juga untuk program bedah sekolah di Jawa Timur.

Tiap lukisan Holis Satriawan memiliki makna tersendiri. Beliau juga melukiskan pada salah satu kanvasnya menggambarkan jam dinding yang diartikan sebagai salah satu makna bahwa tidak ada seorangpun yang tahu kapan semburan Lumpur Lapindo tersebut bisa selesai. Dikanvas lainnya, beliau juga menggambarkan bagaimana warga sekitar yang terkena dampa dari lumpur tersebut tersebut . Jadi, melukis adalah salah satu media eksprsi kesedihan dan kemarahan atas permasalahan Lumpur Lapindo yang belum pernah terselesaikan sama sekali. Pemerintah seakan-akan melupakan hak-hak para korban lumpur Sidoarjo tersebut, bagaimana mereka kehilangan rumah, pekerjaan, bahkan sekolah bagi anak-anak mereka. Semenjak adanya bencana lumpur tersebut memang merubah hidup mereka, yang mereka hidup di desa kemudian harus berpindah ke tempat pengungsian atau berpindah ke daerah lain untuk melanjutkan hidup. Bahkan pemerintah mengatakan bahwa bencana lumpur ini adalah salah satu bencana alam yang memang tidak bisa dihindari. Padahal ini adalah kesalahan manusia yang mengebor di dekat rumah warga.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline