Belakangan ini ramai pembicaraan mengenai kasus pembunuhan pemuda asal Aceh IM (25) yang dilakukan oleh Praka RM, Praka HS, dan Praka J. IM merupakan warga Aceh yang tinggal di Jakarta ini tewas setelah sebelumnya jasad IM dibuang di sekitar wilayah Purwakarta dan ditemukan mengapung di Sungai Cibogo, Karawang, Jawa Barat pada 15 Agustus 2023 lalu sekitar pukul 12.30 WIB. IM tewas akibat dianiaya oleh Praka RM dan komplotannya.
Sebelumnya IM dilaporkan menghilang pada 12 Agustus 2023 lalu di kawasan Rempoa, Ciputat Timur, Tangerang Selatan. IM dianiaya oleh oknum dari satuan militer, yaitu 1 oknum Paspampres dan 2 oknum anggota TNI. Keluarga IM juga sempat mengakui telah mendapatkan telepon dan menerima kiriman video penyiksaan terhadap IM oleh para pelaku untuk dimintai tebusan sebesar 50 juta rupiah. Warga sekitar tempat IM tinggal juga sempat melihat proses penculikan itu dan sempat ingin menolong IM. Namun, mereka tidak berani membantu karena para pelaku mengakui bahwa mereka adalah polisi. Tentu saja hal ini membuat mereka takut karena menyangka bahwa pelaku adalah polisi yang sedang menjalankan tugas dan tentu saja mereka tidak ingin mendapatkan masalah.
Ternyata IM bukan pertama kali diculik dan dimintai tebusan. Sebelumnya IM juga sempat diculik para pelaku dan dimintai tebusan kepada temannya sebesar 13 juta rupiah. IM juga bukan satu-satunya korban penculikan mereka. Pemuda yang berinisial ZF (33), asal Sawang, Aceh, juga pernah diculik dengan modus yang sama oleh IM.
Dari viralnya kasus kematian IM akibat disiksa oleh oknum Paspampres dan oknum TNI tersebut dan juga penyiksaan terhadap ZF, ada semacam bentuk penanaman ketakutan terhadap para korban yang dilakukan komplotan Praka RM. Penanaman ketakutan ini bisa dilihat dari pengakuan Praka RM ketika akan menangkap IM dan ZF serta kepada warga sekitar lingkungan IM. Komplotan Praka RM yang mengaku sebagai anggota polisi yang sedang melakukan operasi terhadap korban yang diduga menjual obat ilegal. Dengan mengandalkan pengakuan sebagai anggota kepolisian dan bentuk fisik serta persenjataan yang mendukung, maka IM, ZF, dan warga sekitar tentu akan merasa ketakutan dengan mereka. Ketakutan seperti inilah yang mirip dengan mekanisme panoptik.
Mekanisme panoptik pertama kali diperkenalkan oleh Michael Foucault dalam bukunya Discipline and Punish: The Birt of the Prison (1977). Panoptikon adalah bangunan penjara besar yang berstruktur melingkar dan di sisi lingkaran bangunan tersebut terdapat kamar, dan di bagian tengahnya terdapat menara atau dikenal dengan menara pengawasan penjara. Menara ini dapat melihat ke segala arah dan digunakan untuk mengawasi gerak-gerik para tahanan penjara. Menara pengawasan ini sengaja diciptakan untuk menimbulkan ketakutan para tahanan penjara untuk tidak berusaha melarikan diri atau melakukan hal-hal yang melanggar di penjara. Menara ini memang diciptakan untuk 'menyerang' psikis para tahanan. Padahal belum tentu di menara itu ada petugas yang sedang mengawasi mereka. Namun, dengan adanya menara tersebut, maka dengan sendirinya para tahanan akan merasakan ketakutan.
Mekanisme bangunan panoptikon itulah yang akhirnya menjadi inspirasi Foucault melahirkan istilah ini. Sebab Foucault mengadaptasi cara kerja bangunan ini untuk menanamkan rasa takut dan bentuk kekuasaan pengawas tahanan terhadap para tahanan. Foucault mengenalkan konsep tentang kekuasaan yang tersebar di mana-mana dan membentuk kekuatan. Bentuk kekuasaan ini telah berkembang sedemikian rupa. Namun, bukan berarti bentuk kekuasaan model lama tidak berlaku lagi. Perkembangan kekuasaan itu bahkan bisa dengan tanpa menyentuh seseorang sama sekali. Bentuk kekuasaan itu bisa ditunjukkan dengan simbol. Dalam hal ini, maka kekuasaan yang menimbulkan ketakutan bisa dilakukan hanya dengan lambang atau simbol yang melekat pada seseorang. Jadi antara kekuasaan dan lambang itu saling berhubungan.
Pada artikel sebelumnya yang saya tulis dengan judul ""Ngemis Online", Term yang Disematkan Kelompok Dominan" https://www.kompasiana.com/indiraginanti13/63d5022b04dff00329085ec2/ngemis-online-term-yang-disematkan-kelompok-dominan, saya telah menuliskan contoh bentuk dominasi dalam bentuk bahasa atau istilah. Dominasi yang dimaksud ini adalah untuk menunjukkan kekuasaan terhadap orang yang didominasi untuk ditunjukkan kekuasaannya. Kali ini saya mencoba memaparkan bentuk kekuasaan dengan simbol, salah satunya adalah simbol kekayaan. Bourdieu (2010) menjelaskan tentang peran simbol dalam menentukan tindakan konsumsi. Menurutnya, orang yang konsumtif terhadap sesuatu bukan berarti karena alasan fungsional bendanya. Mereka lebih mengutamakan untuk keperluan identitas sosial. Benda yang mereka pakai sebagai identitas sosial bertujuan untuk membedakan mereka dengan orang-orang yang hidupnya lebih sederhana atau lebih kekurangan dari mereka.
Misalnya, orang-orang ingin dianggap lebih kaya dari yang lain dengan pakaian yang mereka kenakan misalnya mengenakan merek-merek mewah dan mahal, yang hanya mampu dibeli oleh kalangan atas. Atau sesorang akan lebih memilih mengendarai Rubicon atau Lamborghini untuk menunjukkan status sosial mereka di dalam masyarakat. Hal ini bertujuan untuk membedakan mereka dari orang-orang yang lebih kurang dari mereka. Karena pembeda status sosial ini mereka dianggap menjadi lebih berkuasa dalam kehidupan sosial masyarakat, karena mereka dianggap mampu menggunakan kekuatan uang mereka untuk mengendalikan keadaan.
Simbol kekuasaan lainnya adalah seseorang dengan badan kekar. Seseorang dengan badan kekar biasanya adalah sebagai lambang orang yang kuat secara fisik. Jika kita bertemu dengan seseorang seperti ini, tentu kita akan memilih untuk menghindari diri dari mencari masalah dengannya. Kita tidak akan mau bertengkar atau bermasalah dengan orang yang penuh dengan otot-otot besar di badannya. Badan kekar dengan otot besar merupakan simbol kekuatan fisik seseorang. Sehingga dengan kekuatan fisiknya, kita tentu akan cenderung mengalah.
Lalu, apa hubungan Praka RM dengan simbol dan mekanisme panoptikon? Praka RM justru adalah contoh yang tepat simbol kekuasaan dengan mekanisme panoptikon. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Praka RM adalah oknum dari paspampres yang berani melakukan penyiksaan terhadap orang lain yang dianggapnya lemah dan bersalah. Praka RM mengandalkan simbol-simbol yang melekat padanya untuk menakuti dan menguasai orang lain, dalam hal ini IM dan ZF. Pada kasus penculikan IM dan ZF, Praka RM mengaku sebagai anggota kepolisian -meskipun tidak benar-, ia mengandalkan fisik yang memang terlihat seperti seseorang yang terlatih, potongan rambut, dan senjata yang ia gunakan untuk mengancam dan menculik para korbannya. Jika Praka RM tidak memiliki simbol-simbol seperti itu, tentu warga sekitar akan berani menghalangi tindakan penculikan IM.
Simbol-simbol yang melekat pada Praka IM inilah yang dianggap sebagai mekanisme panoptikon. Mekanisme yang menyerang psikis orang lain. Orang tentu akan takut bermasalah dengan Praka RM dengan melibatkan diri dengan menolong IM dan ZF. Mereka takut menghadapi konsekuensi di belakang hari. Tentu saja mereka juga takut terlibat adu fisik, melihat fisik Praka RM yang kekar, dan tentu saja mereka takut dengan senjata yang dibawa oleh Praka RM. Meskipun tidak diarahkan kepada warga sekitar, tentu secara mental itu adalah hal yang menakutkan. Sehingga dengan simbol yang melekat pada Praka RM itu, warga tentu tidak ingin terlibat masalah dengannya. Inilah cara kerja mekanisme panoptikon yang menyerang mental warga sekitar IM.