Lihat ke Halaman Asli

Hidup Penuh Nikmat Tanpa Keluhan

Diperbarui: 26 Oktober 2018   08:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

indriaabidin.com

Alhamdulillah makin jelas bagiku bahwa hidup sesungguhnya adalah jutaan titik putih dengan beberapa titik hitam. Selama ini aku hanya mampu melihat titik hitam dan merasa bahwa titik putih itu kertas yang "tak perlu diperhitungkan" atau "taken for granted" latar belakang yang memang seharusnya ada.

Sekarang makin jelas terlihat bahwa itu bukan sekedar kertas, tapi ada jutaan titik putih, karunia dan nikmat yang banyak luar biasa, yang hanya diberikan pada kita, dan tidak pada orang lain. Dari organ tubuh, orang tua, pasangan, semua itu bukan "kertas putih" tapi limpahan jutaan titik putih di atas kertas. Itu benar-benar limpahan jutaan nikmat dan karunia yang membuat hidup bisa menjadi seperti ini.

Rasanya sekarang, ternyata kita itu berlimpaaaaah.. banget. Saat ini aku merasa seperti waktu baru melahirkan Hana, anakku. Aku takjub sampai nggak pingin apa-apa. Terkagum-kagum pada kebesaranNya, kebaikan dan kasih sayangNya. 

MujizatNya ada di mana-mana, pertolonganNya bertebaran dalam berbagai rupa. Menikmati apa yang ada juga nggak habis-habis. Mau apa lagi? Mau minta apa lagi? Apa yang kurang?
Adanya cuma alhamdulilah saja. Cuma ada syukur, cuma ada rasa terima kasih.

Tidak berarti hidup jadi sempurna, tidak.. Karena memang hidup tidak pernah diberikan sempurna. Selalu ada ujian, test, kekurangan. Nah bedanya, kalau dulu aku lihat kekurangan itu sebagai "titik hitam, noda di kertas putih" sekarang aku lihat itu semua itu sesungguhnya titik hitam yang memperindah. Titik sebagai pelengkap titik-titik putih. Making life imperfectly perfect. 

Dan dengan kondisi ini rasanya aku merasa lebih punya modal untuk berbagi cinta. Seperti dulu melimpahkan cinta untuk Baby Hana yang baru lahir. Cinta karena memang kita "penuh" bukan sekedar merasa bahwa cinta itu "harus" atau "the right thing to do" atau karena "kita butuh dicintai kembali" yang membuat kita seringkali menuntut dengan dalih "mencintai." Kali ini cinta karena kita berlimpah cinta untuk dibagi keluar. Mau dibalas, mau tidak dibalas, sudah tidak penting lagi.

Mungkin ini yang dr. Hanson (Hanara) dulu bilang, Bu Indira itu belum penuh tapi sudah berbagi, akibatnya jadi tekor, sakit deh akhirnya. Dulu aku ga pernah faham, terus gimana "penuh" itu.. Aku tak pernah faham kenapa aku dibilang "belum penuh." Kini aku mulai faham, mudah-mudahan. Semoga aku tidak gagal faham lagi. Karna mulai terasa memang, bahwa aku saat ini "terisi" dengan limpahan karunia. Mudah-mudahan modal kali ini cukup untuk tidak pernah lagi membawa tekor.

Saat ini Allah belum buka kepompongku. Mungkin Allah masih ingin aku mengisi modal jadi lebih penuh. Dan satu saat nanti, saat kempompong sudah Allah buka, aku merasa sudah lebih siap untuk membagi diri untuk dunia.

Karena kebaikan dan cinta itu memang sudah sangat dibutuhkan oleh dunia. Dunia yang penuh kebaikan tak akan guncang. Bahkan satu kebaikan kecil yang Allah izinkan berkembang dan disebarkan lagi oleh orang lain sudah cukup untuk menyelamatkan bumi dari berbagai bencana. Kebaikan dan cinta kitalah yang bisa menyelamatkan dunia. 

Kita bisa. Kita mampu, kalau Allah izinkan. Yuk, saatnya kita buka mata, buka hati, lihat limpahan jutaan titik putih dalam hidup kita. Saatnya kita sadari betapa besar limpahan kebaikan dan kasih sayangNya. 

Saatnya kita memaafkan, saatnya kita pun meminta maaf. Saatnya hati hanya dipenuhi dengan kasihNya, dengan nikmat dan karuniaNya. Saatnya kita hanya mampu menerima, menikmati, dan mensyukuri, tanpa lagi mampu mengeluh atau membahas apapun yang tak berkenan, karena tak ada lagi tempat untuk itu. Agar hati mampu untuk mulai berbagi tanpa kondisi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline