Dalam berbagai kondisi yang tidak enak, paling enak memang menyalahkan.
Menyalahkan pemerintah yang tidak becus
Si boss yang tidak kompeten
Keluarga yang merepotkan
Pasangan yang tidak sesuai harapan
Menyalahkan itu paling mudah
Semua salah, dan harus diperbaiki,
Semua kecuali diri sendiri.
Telat datang rapat, telat hadir?
Macet yang salah.
Padahal macet dari dulu juga sama saja, bukan?
Konsumen marah-marah, konsumen mengeluh?
Konsumen yang salah dan tidak tahu diri
Maka konsumen pun dituntut ke meja hijau.
Padahal kalau konsumen masih peduli untuk marah dan mengeluh,
Artinya ia masih mau mengeluarkan uang untuk kita bukan?
Dan kalau ia tak lagi punya masalah,
Ia tak butuh kita bukan?
Diberi masukan agar bekerja lebih baik,
Jadwal yang sudah padat kambing hitamnya.
Tak ada lagi waktu untuk menjadi lebih baik
Padahal kalau diatur dan ditata kerja pun jadi lebih efisien
Lebih banyak waktu untuk yang lain.
Semua orang punya 24 jam, yang satu gagal dan yang lain sukses
Bukan waktu yang salah kan?
Dan sering media penuh dengan pejabat yang saling menyalahkan
Si ini salah, si itu salah.
Padahal semua sama saja, semua bisa menjadi lebih baik.
Inilah dia Blame Trap, jebakan salah menyalahkan
Karena kita tak cukup besar untuk mengakui bahwa kita masih bisa lebih baik
Bahwa kita masih bisa tumbuh dan mencapai lebih banyak
Masih bisa menyebar berkah lebih luas lagi.
Menyalahkan lebih mudah dan lebih tak menantang
Ia tak membuat kita harus introspeksi
Tapi ia pun tak membuat kita menemukan potensi-potensi besar dalam diri
Bahwa kita bisa jauh lebih hebat, lebih maju, lebih mapan
Kalau saja setiap saat kita mau mengakui bahwa kita bisa lebih baik lagi