Lihat ke Halaman Asli

Bekerjalah dengan Cerdas Bukan Hanya Bekerja dengan Keras

Diperbarui: 1 Maret 2017   18:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://id.pinterest.com/pin/451274825136890443/

To live the lives we truly want and deserve, and not just the lives we settle for, we need a third measure of success that goes beyond money and power. - Arianna Huffington

Dalai Lama mengatakan, bahwa manusia itu makhluk paling aneh. Manusia mengorbankan kesehatannya hanya demi uang, sampai kesehatannya memburuk. Lalu semua uang yang didapatnya sebelumnya harus dikorbankan kembali untuk bisa sehat. Lalu ia sangat khawatir mengenai masa depan, sehingga ia tak menikmati masa kini. Akhirnya ia tak hidup di masa depan, tak pula hidup di masa kini. Ia hidup seakan-akan tak akan mati, lalu ia mati tanpa benar-benar menikmati hidup.

Ini adalah keanehan manusia yang pernah pula aku jalani sampai aku didiagnosa kanker. Kanker mengingatkanku bahwa hidup akan ada akhirnya, dan aku pun harus mempersiapkannya. Tidak layak hidup hanya untuk dunia.

Seorang pekerja periklanan di Filipina baru saja meninggal, diduga karena overwork, bekerja berlebihan. Desember 2013 lalu seorang staf periklanan di Jakarta mengalami hal yang sama, meninggal setelah berkicau di twitter, "30 jam non stop bekerja dan masih kuat.."

Worth it nggak sih?

Nggak, rasanya. Kita diciptakan hanya untuk beribadah. Kita bekerja dalam kerangka beribadah, dalam berkontribusi membangun masyarakat dalam jalanNya, untuk membangun keluarga sebagai pembangun dunia di tahapan selanjutnya, untuk bersilaturahmi dalam kebaikan. Ini tujuan bekerja. Semua kegiatan ibadah dilakukan tidak dengan mengorbankan kesehatan. Puasa pun tidak boleh setahun penuh. Shalat pun tak bisa semalaman penuh. Tahajud hanya bisa dilakukan setelah tidur. Jadi kalau kerja membuat kita lupa pada hak-hak tubuh, pada ibadah-ibadah lainnya, itu bukan ibadah lagi. Itu kerusakan.

Dan ternyata kerja yang seimbang justru lebih efektif. Otak yang tidak diganggu oleh stress lebih mampu berfikir kreatif dan inovatif daripada otak yang diganggu oleh stress. Apalagi stress yang berkelanjutan tanpa disadari. Itulah yang menyebabkan banyak orang yang merasa "tidak ada ide" karena prefrontral cortex, bagian otak untuk berfikir kreatif, tidak bisa bekerja efektif. Akhirnya kerja yang tidak memperhatikan kondisi body mind soul yang prima, akan menjadi kerja seadanya, setengah-setengah, dan tidak mengeluarkan potensi yang paling besar yang bisa diberikan. Padahal kita punya batas waktu hidup di dunia, sayang sekali kalau hidup kita tidak sampai menghasilkan master piece yang menginspirasi dan bisa diwariskan, menciptakan legacy untuk generasi selanjutnya, a ding in the universe, kata Steve Jobs.

Ariana Huffington, pendiri koran online terbesar, Huffington Post, pernah pula sakit akibat kerja berlebihan. Setelah itu ia kapok dan menulis buku untuk mengingatkan dunia, "Thrive: The Third Metric to Redefining Success and Creating a Life of Well-Being, Wisdom and Wonder." Dikatakannya, "Kita fikir sukses itu jumlah jam kita bekerja, padahal sukses adalah kualitas dari jam kita bekerja." Dan kualitas ini hanya bisa didapat saat hidup seimbang.

Tony Robbins mengingatkan untuk selalu mengintegrasikan hidup dan kerja. Kerja untuk sehat, untuk membangun, untuk bisa berkolaborasi dengan keluarga, teman, saudara secara profesional dan penuh integritas. Itulah sebabnya ROWE kini menjadi trend.

Dalam Result Only Work Experience (ROWE) tim bisa menentukan sendiri bagaimana dan di mana mereka ingin bekerja. Dan rupanya hal ini sudah dijadikan daya tarik oleh berbagai agency, untuk menarik millenial yang ingin bekerja whatever, wherever, whenever. Mereka mengatur sendiri targetnya, apa yang didapat, cara mereka ingin belajar, dan akhirnya skedul kerjanya, sesuai life purpose mereka masing-masing, yang digali dalam coaching process bersama leader dan supervisor mereka. Dengan demikian setiap warga bertanggung jawab atas kesehatan dan keseimbangan hidup mereka masing-masing, dengan memperhatikan komitmen mereka terhadap perusahaan.

Leader dan supervisor di perusahaan-perusahaan besar membangun coaching culture untuk bisa membantu team menggali potensi dan menentukan cara mereka bekerja agar selaras dengan rencana perusahaan, dengan memperhatikan kebutuhan pribadi dari warganya. Dan ternyata dengan cara ini potensi yang dihasilkan bisa lebih besar daripada sebelum ROWE dipraktekkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline