Lihat ke Halaman Asli

Tak Ada Istilah Cancer Fighter dalam Kamusku Kini

Diperbarui: 7 Februari 2017   08:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

tamanlavender.wordpress.com

Dulu waktu aku baru saja menerima diagnosa kanker aku menyebut diriku sendiri #CancerFighter dengan bangga. Keren sepertinya istilah itu. Di mana-mana kububuhkan tanda tanganku sebagai "Cancer Fighter." Dan dengan identitas baru ini memang aku seperti punya intensi untuk menghantam sel-sel kanker dalam tubuhku. Seakan-akan sel-sel ini adalah musuh besar dalam tubuhku.

Saat aku mengambil sertifikasi coach internasional, aku belajar tentang otak dan hormon. Ternyata setiap kata "fight" akan diartikan oleh tubuh sebagai tanda bahwa inilah saatnya bertempur. Dan saat bertempur, otak akan memerintahkan berbagai organ tubuh lainnya untuk siap perang. Jantung akan berdetak lebih kencang, tekanan darah naik, darah mengalir lebih deras, dan sistem pertahanan tubuh terhadap penyakit ditunda sampai perang selesai.

Memang dalam kondisi perang kita tidak bisa membangun. Demikian juga tubuh. Kondisi perang tidak memungkinkan tubuh untuk punya energi untuk "beres-beres" dan "bebenah" dengan membangun imunitas tubuh. Hal ini tidak menguntungkan bagi tubuh yang sedang berusaha sembuh.

Saat tubuh "perang" tubuh akan dibanjiri kortisol, dan tidak memproduksi endorfin. Padahal endorfin penting untuk membangun perasaan bahagia dan anti sakit. 

Untuk bisa membangun tubuh yang siap membangun dari dalam, kita harus menghindari sikap "perang" terhadap diri kita sendiri. Sel kanker adalah sel diri kita sendiri yang harus kita cintai dan kirimkan sayang. Sel normal yang menjadi sel kanker sesungguhnya adalah wujud jeritan tubuh akibat sesuatu hal yang membuatnya tidak nyaman dan harus berubah menjadi sel kanker. Bukan memeranginya, kita perlu mengirim energi cinta sebanyak-banyaknya padanya, agar ia sembuh dan kembali normal, atau keluar dengan damai.

Akupun kemudian menggantikan kata "cancer fighter" menjadi "penerima anugerah kanker" untuk bisa membangun perasaan syukur menerima kanker. Ternyata setelah dicek oleh dr. Hanson di Hanara, identitas tersebut belum bisa diterima begitu saja oleh para penerimanya. Tak semua orang bisa mencerna bahwa kanker adalah "anugerah". Lalu dr. Hanson pun menyarankan untuk menggantikannya dengan "penerima kurikulum kanker" yang bisa lebih menguatkan dan lebih mudah diterima.

Menerima diagnosa kanker adalah momentum bagi kita semua untuk belajar lebih dekat mengenal tubuh untuk bisa mensucikannya. Bukan hanya tubuh, tapi pikiran dan jiwa. Karena apa yang terjadi pada tubuh bisa jadi adalah dampak dari apa yang terjadi pada pikiran dan jiwa. Identitas "penerima kurikulum kanker" ternyata lebih mendorong penyandangnya untuk belajar, seperti masuk universitas. 

Dengan mempelajarinya, mengenalnya lebih dalam, kita akan lebih mampu mensucikannya. Dan barulah kemudian kita bisa mensyukurinya dan mulai menerimanya sebagai "anugerah." Karena kanker ternyata adalah kesempatan yang diberikan Sang Maha Pencipta untuk menjadi manusia yang lebih baik, lahir batin, untuk perjalanan di dunia dan di akhirat.

Alhamdulillah.

Untuk semua teman di Lavender, kita buang istilah "cancer fighter" atau "pejuang kanker" yuk. Kita ganti dengan "penerima kurikulum kanker." Dan marilah kita mulai benar-benar belajar mengenali seluruh sel dalam tubuh kita. Agar semua sel dan semua sudut jiwa dan pikiran dapat memberi tahu kita, bagaimana caranya untuk sembuh, bahagia dan menjadi "vibrant" untuk membawa berkah bagi semesta.

The soul knows how to heal, it's the mind that needs to be silenced. Jiwa selalu tahu bagaimana untuk sembuh, pikiranlah yang harus ditenangkan. Memang pikiran kita sering membawa kita ke berbagai tempat, melompat ke sana ke mari sehingga sulit bagi kita untuk mendapat petunjuk apa sesungguhnya yang dibutuhkan oleh jiwa untuk bisa tenang dan menyembuhkan tubuh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline